SEJARAH LAHIRNYA DAN PERKEMBANGAN ORGANISASI
KARANTINA TUMBUHAN DI INDONESIA



Pada tanggal 19 Desember 1877 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan sebuah ordonansi (Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 262) yang bertujuan mencegah masuknya cendawan Hemileia vastatrix yang merusak pertanaman kopi di Srilanka agar tidak masuk ke Indonesia. Ini merupakan peraturan karantina tumbuhan yang pertama baik di Indonesia maupun di dunia. Sejak itu dikeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan terkait karantina tumbuhan, baik oleh pemerintah Hindia Belanda maupun pemerintah Indonesia setelah masa kemerdekaan. Dari sisi organisasi, dinas karantina tumbuhan lahir   pada tahun 1914, ketika  Direktur  Department van lanbouw, Nijverheid en Handel   menunjuk   Instituut voor Plantenziekten en Cultures  untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan impor buah-buahan segar dari Australia di tiga pelabuhan, yaitu Tanjung Priok, Semarang dan Surabaya, dalam upaya pencegahan masuknya lalat buah Ceratitis capitata. Sejak saat itu organisasi karantina tumbuhan terus berkembang sampai saat ini berada di bawah Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian. Dalam Bab ini akan diuraikan sejarah lahirnya dan perkembangan organisasi karantina tumbuhan di Indonesia sampai terbentuknya Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, saat ini.

1. Sejarah Lahirnya Karantina Tumbuhan Indonesia[*]

Srilanka (Ceylon) dahulu merupakan suatu negara produsen kopi terbesar di dunia, dengan hasil jenis kopi Arabika kualitas utama. Pada tahun 1876 di sana telah berjangkit penyakit kopi yang tidak diketahui dari mana asalnya. Akibatnya produksi kopi dengan cepat sekali menurun. Kalau dalam tahun 1870 produksi kopi Srilanka mencapai jumlah 400 juta pound, maka dalam tahun 1880 hanya 18 juta pound. Sampai akhirnya pada tahun 1892 tidak satupun pohon kopi yang sehat di Srilanka. Penyakit kopi yang hebat ini disebabkan oleh sejenis cendawan yang bernama Hemileia vastatrix, atau lebih dikenal sebagai penyakit karat daun kopi. Dari Srilanka penyakit ini kemudian menjalar ke India dan menghancurkan pertanaman kopi di sana.

Indonesia (Hindia Belanda pada waktu itu) sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia menjadi cemas. Langkah-langkah untuk mencegah masuknya cendawan Hemileia vastatrix yang merusak pertanaman kopi di Srilanka harus segera diambil. Demikianlah pada tanggal 19 Desember 1877 dikeluarkan sebuah ordonansi (Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 262) yang bunyinya sebagai berikut.
(1)     Pemasukan tanaman kopi dan biji kopi dari Srilanka sampai ada pengumuman lebih lanjut adalah terlarang.
(2)     Pelanggaran terhadap larangan ini dihukum dengan denda sebesar 1.000 gulden sampai 10.000  gulden.
(3)     Ordonansi ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan,
Peraturan tersebut merupakan ordonansi yang pertama dikeluarkan Belanda dalam bidang karantina tumbuhan, yang juga merupakan peraturan karantina tumbuhan pertama di dunia. Dari pasal-pasal ordonansi tersebut  menunjukkan sifatnya yang semata-mata melarang, bukan mengawasi. Karena itu tidak diperlukan suatu badan khusus. Oleh karena itu pula, maka instansi atau dinas karantina tumbuhan belum terbentuk pada saat itu.

Ordonansi yang pertama ini disusul oleh ordonansi lainnya dalam tahun-tahun berikutnya. Akan tetapi aktivitas dalam bidang karantina tumbuhan baru dimulai dalam tahun 1914, ketika dengan Staatsblad No. 161 ditetapkan antara lain bahwa setiap pemasukan buah-buahan segar dari Australia (karena pada waktu itu hampir semua impor buah-buahan berasal dari Australia) harus melalui pemeriksaan dari ahli yang ditunjuk oleh Menteri pertanian, untuk mencegah lalat buah Ceratitis capitata.

Sebagai informasi tambahan, di Amerika Serikat, tindakan karantina tumbuhan boleh dikatakan baru dimulai pada tahun 1891, ketika California melakukan tindakan karantina terhadap tumbuhan di pelabuhan San pedro. Tindakan ini kemudian dinyatakan sebagai tindakan karantina tumbuhan yang pertama di dunia. Kemudian dalam tahun 1903, gubernur California mengeluarkan undang-undang untuk melengkapi peraturan sebelumnya, guna melindungi pertanian di negara bagian tersebut. Pada tahun 1912, setelah melampaui perjuangan selama 20 tahun oleh para ahli hukum karantina tumbuhan, barulah disyahkan Undang-Undang Karantina Tumbuhan Federal yang pertama,  yang berlaku di seluruh negara bagian Amerika Serikat.

2. Perkembangan Organisasi Karantina Tumbuhan

Perkembangan organisasi Karantina Tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan organisasi Departemen Pertanian, sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam abad 19, di Indonesia (Hindia Belanda) hanya terdapat satu lembaga yang melakukan penelitian ilmiah terkait botani dan zoologi, yaitu Lands Plantentuin (Kebun Raya Bogor), yang didirikan pada tahun 1817. Penelitian yang pertama kali yang dilakukan dalam bidang hama penyakit tanaman adalah penelitian penyakit sereh pada tebu, penyakit karat daun kopi dan penyakit kanker kina, yang dilakukan selama tahun 1880-1890. Sesudah tahun 1890, Lands Plantentuin mengalami reorganisasi dengan dibentuknya Botanische Laboratoria (Laboratorium Botani) dengan tugas melakukan penelitian penyakit tanaman budidaya tropika.

Pada tahun 1905 didirikan Department van Lanbouw, Nijverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan). Botanische Labotaria selanjutnya ditempatkan di bawah Departemen tersebut. Pada tanggal 1 Januari 1912, dibentuk Afdeeling voor Plantenziekten (Bagian Penyakit Tanaman) di luar  Botanische Laboratoria, dikarenakan makin meningkatnya kegiatan di dalam bidang penelitian hama dan penyakit tanaman. Bagian ini berada langsung di bawah pengawasan Department van Lanbouw, Nijverheid en Handel.

Pada tanggal 1 Januari 1914 dibentuk  Instituut voor Plantenziekten en Cultures (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya), yang terdiri dari  empat bagian, yaitu Laboratorium voor Plantenziekten (Laboratorium Penyakit Tanaman, yang merupakan pengganti Afdeeling voor Plantenziekten),  Cultuurtuin (Kebun Budidaya), Proeftuin van Bagelen (Kebun Percobaan Bagelen) dan Afdeeling Veredeling van Overjarige Gewassen (Bagian Pemuliaan Tanaman Berumur Panjang).

Pada tahun 1914 diterbitkan Ordonasi 28 Januari 1914  (Staatsblad No. 161) yang berjudul : Invoer Vruchten. Instelling van een dekundige controle op den invoer in Nederlandsch-Indie van uit Australie afkonstige verseche vructen (Pemasukan Buah-buahan. Penetapan pengawasan ahli atas pemasukan buah-buahan segar dari Australia ke Indonesia). Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mencegah masuknya lalat buah Laut Tengah (Ceratitis capitata), yang telah terdapat di bagian barat benua Australia ke Indonesia. Pada saat itu sebagian besar impor buah-buahan ke Indonesia berasal dari Australia. Direktur  Department van Lanbouw, Nijverheid en Handel   menunjuk   Instituut voor Plantenziekten en Cultures  untuk melaksanakan ordonansi tersebut di tiga pelabuhan, yaitu Tanjung Priok, Semarang dan Surabaya, yang ditunjuk sebagai pelabuhan pemasukan buah-buahan segar. Ini merupakan kelahiran dinas karantina tumbuhan di Indonesia. Semua kegiatan karantina tumbuhan di tiga pelabuhan pemasukan buah-buahan segar tersebut diawasi secara terpusat oleh Direktur Instituut voor Plantenziekten en Cultures.

Pada tanggal 1 Januari 1919 dibentuk Instituut voor Plantenziekten (Balai Penyelidikan Penyakit Tanaman), yang terdiri dari Zoologische Onderafdeeling (Subbagian Zoologi) dan Botanische Onderafdeeling (Subbagian Botani). Pengawasan terpusat atas kegiatan karantina tumbuhan selanjutnya berada di bawah Direktur Balai yang baru dibentuk ini.

Dalam tahun 1926,  Instituut voor Plantenziekten ditempatkan di bawah Algemeen Proefstation voor den Lanbouw (Stasiun Percobaan Pertanian Umum), yang telah dibentuk sejak tahun 1918. Sampai tahun 1930, kegiatan karantina tumbuhan di berbagai pelabuhan masih di bawah pengawasan sentral pimpinan Instituut voor Plantenziekten. Pada tahun 1930, pengawasan sentral tersebut diserahkan kepada seorang pegawai pada  Instituut voor Plantenziekten, yang dalam tahun 1937 diberi pangkat keuringscontroleur (penilik pemeriksaan), yang kemudian sejak tahun 1941 menjadi plantenziektenkundige ambtenaar (pegawai ahli penyakit tanaman). Sejak tahun 1939, Plantenquarantaine Dienst (Dinas Karantina Tumbuhan) di bawah Instituut voor Plantenziekten dipimpin oleh R.H. Lanooy.

Berdasarkan Besluit (Surat Keputusan) Departement van Economische Zaken (Departemen Perekonomian), sebagai pengganti  Department van Lanbouw, Nijverheid en Handel  pada tahun 1933, No. 4772/L/P tahun 1939 tentang pemasukan biji-biji, buah-buahan segar, tanaman hidup dan bagian-bagiannya, dan No. 4773/L/P tahun 1939 tentang  pemeriksaan bahan tanaman ekspor, ditetapkan 27 pelabuhan sebagai tempat pemeriksaan bahan tanaman yang diimpor dan diekspor, yang terdiri 12 pelabuhan impor-ekspor (Jakarta, Semarang, Surabaya, Oelee Lheue, Padang, Palembang, Medan, Pangkalpinang, Pontianak, Samarinda, Menado dan Makassar), delapan pelabuhan impor (Sabang, Jambi, Rengat, Bengkalis, Tanjung Pandan, Lingkas/Tarakan, Balikpapan dan Bula) dan tujuh pelabuhan ekspor (Bogor, Bandung, Cilacap, Banyuwangi, Banjarmasin, Tanjungkarang dan Ambon). 

Dengan keluarnya Besluit Sekretaris Negara untuk Pertanian dan Perikanan N0. 365/HAD/LV tahun 1948 dan Besluit No. 366/HAD/LV tahun 1948, maka jumlah pelabuhan karantina tumbuhan berkurang menjadi 25 buah, yaitu 10 pelabuhan impor-ekspor (Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Pangkalpinang, Pontianak, Samarinda, Makassar dan Manado), delapan pelabuhan impor (Sabang, Pakanbaru, Jambi, Padang, Tanjungpandan, Kuala Tungkal, Balikpapan, dan Lingkas/Tarakan) dan tujuh pelabuhan ekspor (Bogor, Bandung, Cilacap, Banyuwangi, Telukbetung, Banjarmasin dan Ambon).

Setelah kemerdekaan, Instituut voor Plantenziekten yang berada di bawah Algemeen Proefstation voor den Lanbouw, berubah namanya menjadi Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-tumbuhan dari Balai Besar Penyelidikan Pertanian, yang terdiri dari Bagian Entolomologi, Bagian Fitopatologi dan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan, yang berstatus seksi. Dinas Karantina Tumbuhan-tumbuhan tersebut pertama kali dipimpin oleh Wildermar Harahap,  yang digantikan Mohammad Saleh dan kemudian sejak 3 Nopember 1953 oleh M.S. Harahap. Dalam tahun 1957 Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan berubah status menjadi Bagian Karantina Tumbuh-tumbuhan, dan dipimpin oleh M.S. Harahap.

Pada tahun 1961, dengan adanya reorganisasi di lingkungan Departemen Pertanian, Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-tumbuhan diganti oleh Lembaga Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman, yang merupakan salah satu dari 28 lembaga penelitian di dalam lingkungan Departemen Pertanian. Struktur organisasi dibawah  Lembaga Penelitian tersebut masih sama dengan struktur organisasi Balai Penyelidikan Hama Tumbuh-tumbuhan.

Dalam tahun 1961 dengan keluarnya Peraturan Menteri Pertanian No. 6 dan No. 7 tahun 1961, masing-masing tentang pengeluaran dan pemasukan jenis-jenis tanaman dan bibit tanaman tertentu, sebagai pelaksanaan Undang-Undang No. 2 tahun 1961, ditetapkan 30 pelabuhan tempat pengeluaran dan pemasukan jenis-jenis dan bibit tanaman, yaitu 24 pelabuhan impor-ekspor (Jakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Sabang, Medan, Palembang, Pangkalpinang, Pekanbaru, Tanjung Pinang, Jambi, Padang, Samarinda, Banjarmasin, Pontianak, Balikpapan, Lingkas/Tarakan, Manado, Bitung, Makassar, Ambon, Singaraja, Mataram dan Kupang), satu pelabuhan impor (Tanjung Pandan) dan lima pelabuhan ekspor (Bogor, Bandung, Cilacap, Banyuwangi dan Telukbetung).  Karena keterbatasan pegawai atau pemeriksa karantina tumbuhan, maka baru 11 lokasi yang diawasi oleh pemeriksa karantina, sedangkan untuk lokasi lainnya diserahkan kepada pengawasan pejabat Dinas Pertanian setempat

Pada pertengahan tahun 1966, terjadi lagi reorganisasi di lingkungan lembaga-lembaga penelitian pertanian, dengan dibentuknya Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3). Di dalam struktur organisasi LP3 tidak terdapat Bagian Karantina Tumbuh-tumbuhan, yang ada adalah Bagian Hama dan Penyakit Tanaman, yang merupakan penggabungan Bagian Entomologi dan Bagian Fitopatologi. Akibatnya kedudukan Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan dalam Departemen Pertanian menjadi tidak menentu.

Dengan keluarnya Surat Keputusan Presidum Kabinet AMPERA No. 75 tanggal 3 Nopember 1966, Dinas Karantina Tumbuh-tumbuhan menjadi Bagian Karantina Tumbuh-tumbuhan di bawah Biro Hubungan Luar Negeri, Departemen Pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 22 tahun 1967, ditetapkan Bagian Karantina Tumbuh-tumbuhan terdiri dari empat Subbagian, yaitu Subbagian Administrasi, Hama dan Penyakit, Pengobatan, dan Perundang-undangan. Sebagai Kepala Bagian ditunjuk M.S. Harahap. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 255 tahun 1968, Bagian Karantina Tumbuh-tumbuhan kemudian ditempatkan langsung di bawah Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian.

Dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 284 tahun 1969, dibentuk Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan, yang secara administratif berada di bawah Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, dan secara operasional berada di bawah Menteri Pertanian. M.S. Harahap diangkat sebagai Direktur dari Direktorat tersebut.

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 45 tahun 1974, dibentuk Pusat Karantina Pertanian, yang merupakan salah satu eselon-2 di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Karantina Pertanian terdiri dari dua bidang, Bidang Karantina Tumbuh-tumbuhan dan Bidang Karantina Hewan. Sebagai tindak lanjut dari Keppres tersebut, Menteri Pertanian menerbitkan Surat Keputusan No. 190 tahun 1975 tentang organisasi seluruh Departemen Pertanian. Di dalam surat keputusan tersebut ditetapkan adanya Instalasi Karantina Tumbuh-tumbuhan, sebagai salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang ditempatkan langsung di bawah Kepala Badan tersebut, sehingga Pusat Karantina Pertanian tidak mempunyai garis komando dengan Instalasi Karantina Tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi di dalam surat keputusan tersebut tidak ditetapkan susunan organisasi dan uraian tugas Instalasi Karantina Tumbuh-tumbuhan, sehingga pada saat itu dinas karantina tumbuhan masih bernama Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan, walaupun sudah resmi menjadi salah satu unit pelaksana teknis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untuk memangku jabatan Kepala Pusat Karantina Pertanian diangkat M.S. Harahap, dengan tidak membebaskannya dari jabatan Direktur Karantina Tumbuh-tumbuhan, dan Wimbaryono diangkat sebagai Kepala Bidang Karantina Tumbuh-tumbuhan. Pada bulan Agustus 1975. M.S. Harahap, yang pensiun, digantikan oleh Hamzah Purakususmah sebagai Direktur Karantina Tumbuh-tumbuhan. Sementara jabatan Kepala Pusat Karantina Pertanian diduduki oleh Dr. Ida Nyoman Oka.

Satu catatan penting adalah bahwa sejak tahun 1974 muncul terminologi “karantina pertanian”, dengan suatu pemikiran untuk mengintegrasikan unit-unit karantina, khususnya karantina hewan dan karantina tumbuhan,  yang ada di sub-sektor di dalam satu wadah.

Pada  tahun 1983, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 861 ditetapkan Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan menjadi Pusat Karantina Pertanian, di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dengan unit pelaksana teknis (UPT) terdiri dari 5 Balai (eselon IIIa), yang membawahi Stasiun (eselon IVa) dan Pos (eselon Va) Karantina Pertanian. Penamaan  karantina pertanian digunakan untuk Balai, Stasiun dan Pos tersebut walaupun isinya masih tetap unsur karantina tumbuhan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 800 tahun 1994, terjadi integrasi unsur karantina hewan, ikan dan tumbuhan di bawah Pusat Karantina Pertanian, di mana masing-masing unsur karantina merupakan UPT yang tidak saling mebawahi. UPT karantina tumbuhan menjadi 37 unit yang terdiri dari 5 Balai Karantina Tumbuhan (Belawan-Medan, Boombaru-Palembang, Tanjungpriok-Jakarta, Tanjungperak-Surabaya, dan Unjungpandang), 15 Stasiun Karantina Tumbuhan (Polonia, Pekanbaru, Telukbayur, Panjang, Soekarno-Hatta, Cirebon, Tanjungemas-Semarang, Ngurah Rai, Lembar, Pontianak, Trisakti-Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Bitung dan Jayapura), dan 17 Pos Karantina Tumbuhan  (Malahayati, Tanjungpinang, Jambi, Pangkalpinang, Tanjungpandan, Pulaubaai-Bengkulu, Adisucipto, Cilacap, Tenau, Dili, Tarakan, Pantoloan, Kendari, Ambon, Sorong, Biak dan Merauke). Selain itu ditetapkan juga sebanyak 129 lokasi sebagai wilayah kerja. Sampai tahun 2000, dari keseluruhan wilayah kerja tersebut baru 110 lokasi yang sudah beroperasi dan 80 lokasi yang sudah memiliki kantor.  Khusus untuk Dili, setelah Timor Timur melepaskan diri dari Indonesia, Pos Karantina Tumbuhan tersebut dihilangkan.

Dalam periode tahun 1995-1996, pembinaan administratif Pusat Karantina Pertanian berada di bawah Badan Agribisnis, Departemen Pertanian, namun kemudian pada tahun 1996 pembinaan administratifnya dikembalikan lagi ke Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian, sampai terbentuknya Badan Karantina Pertanian pada tahun 2001 sebagai unit eselon I Departemen Pertanian. Setelah Hamzah Purakusumah pensiun, jabatan Kepala Pusat Karantina Pertanian berturut-turut dipegang oleh Iswoto dan Hardjono.

3. Badan Karantina Pertanian

3.1. Organisasi

Pada bulan Desember tahun 2000 telah lahir Badan Karantina Nasional  berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 166 tahun 2000, namun kemudian Keppres ini dicabut, dan berdasarkan Keppres No. 58 tahun 2001, dibentuk Badan Karantina Pertanian, sebagai unit eselon 1-A di lingkup Departemen Pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 296 tahun 2001 ditetapkan antara lain unit eselon III dan IV Badan Karantina Pertanian. Dalam struktur organisasi ini,di tingkat pusat terdiri dari Sekretariat Badan, Pusat Karantina Hewan, Pusat Karantina Tumbuhan, dan Pusat Teknik dan Metoda Karantina Hewan dan Tumbuhan. Sedangkan di tingkat Unit Pelaksana Teknis (UPT) terdiri dari :
  • Lima Balai Karantina Hewan;
  • 14 Stasiun Karantina Hewan Kelas I;
  • 20 Stasiun Karantina Hewan Kelas II;
  • Lima Balai Karantina Tumbuhan;
  • Balai Uji Standar Karantina Tumbuhan;
  • 17 Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas I;dan
  • 21 Stasiun Karantina Tumbuhan Kelas II.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299 Tahun 2005 dilakukan perubahan struktur organisasi Badan Karantina Pertanian, di mana Pusat Teknik dan Metoda Karantina Hewan dan Tumbuhan dihilangkan dan fungsinya dimasukkan ke Pusat Karantina Hewan dan Pusat Karantina Tumbuhan, kemudian  dibentuk Pusat Informasi dan Keamanan Hayati di tingkat pusat, dan di tingkat UPT Balai Uji Standar Karantina Tumbuhan menjadi Balai Uji Standar Karantina Pertanian. 

Dalam tahun 2008 diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/8/2008 yang mengintegrasikan unsur karantina hewan dan tumbuhan di dalam karantina pertanian.  Di tingkat Pusat, Badan Karantina Pertanian terdiri dari: Sekretariat Badan, Pusat Karantina Hewan, Pusat Karantina Tumbuhan, dan Pusat Informasi & Keamanan Hayati. Sedangkan di tingkat Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian terdiri dari :
o   Lima Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP);
o   Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian;
o   15 Balai Karantina Pertanian Kelas I (BKP Kelas I);
o   11 Balai Karantina Pertanian Kelas II (BKP Kelas II);
o   14 Stasiun Karantina Pertanian Kelas I (SKP Kelas I); dan
o   Lima Stasiun Karantina Pertanian Kelas II (SKP Kelas II).

Pada masa awal pembentukan Badan Karantina Pertanian sebagai unit eselon 1-A Departemen Pertanian, belum ditunjuk Kepala Badan secara definitif, akan tetapi ditunjuk Kepala Badan Karantina Pertanian ad interim, yaitu A. Rahadian, Inspektur Jenderal Departemen Pertanian. Pada tahun 2002 Dr. Delima Hasri Azahari ditetapkan sebagai Kepala Badan Karantina Pertanian definitif yang pertama. Pada tahun 2003, dengan diangkatnya Dr. Delima Hasri Azahari sebagai Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasran Hasil Pertanian, ditunjuk Dr. Sofyan Sudrajat, Direktur Jenderal Peternakan, sebagai Kepala Badan ad interim .  Pada tahun 2004 Kepala Badan dipegang  oleh Dr. Budi Tri Akoso, selanjutnya sejak 2004 akhir dipegang oleh Syukur Iwantoro dan sejak akhir Desember 2008 oleh Hari Priyono. Sedangkan Kepala Pusat Karantina Tumbuhan sejak dibentuknya Badan Karantina Pertanian sampai Desember 2008 berturut-turut dijabat oleh Zulfiar Zubair, Arfani Bastoni dan Suwanda ZA.  

3.2. Tugas dan Fungsi Badan Karantina Pertanian
Badan Karantina Pertanian ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 10 dan 15 Tahun 2005, dan merupakan lembaga unit eselon 1-A Departemen Pertanian. Tugas pokok Badan Karantina Pertanian adalah menyelenggarakan tindakan perkarantinaan hewan dan tumbuhan dalam rangka mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina dan organisme pengganggu tumbuhan karantina, serta melaksanakan pengawasan keamanan pangan terhadap hewan, tumbuhan, hasil hewan dan hasil tumbuhan yang dilalu-lintaskan antar negara dan antar area.
Fungsi Badan Karantina Pertanian, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 299 Tahun 2005, adalah :
(a)        menyusun kebijakan tentang karantina hewan dan tumbuhan serta pengawasan keamanan pangan (keamanan lingkungan, pangan dan pakan) pada tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran;
(b)       menyusun teknik dan metoda karantina hewan dan tumbuhan;
(c)        mengembangkan sistem dan pelayanan karantina dan pengawasan keamanan pangan;
(d)       menyelenggarakan tindakan karantina hewan dan tumbuhan serta pengawasan keamanan pangan di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran; dan
(e)        menyelenggarakan tugas-tugas administratif.

3.3. Visi dan Misi

Visi Badan Karantina Pertanian adalah “Karantina Pertanian Yang Tangguh, dan Terpercaya”, dengan misi sebagai berikut :
(a)       menjaga dan mencegah masuk-tersebarnya OPTK dan HPHK di wilayah Republik Indonesia;
(b)       melindungi kelestarian sumber daya alam hayati, hewan dan tumbuhan;
(c)       mendukung keberhasilan program pengembangan agribisnis dan peningkatan ketahanan  pangan nasional;
(d)       memfasilitasi kelancaran perdagangan/pemasaran produk pertanian;
(e)       mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat; dan
(f)         mendorong partisipasi masyarakat dalam mendukung penyelenggaraan perkarantinaan.
3.4. Tugas dan Fungsi UPT
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 22/Permentan/8/2008, tugas dari semua UPT adalah sama, yaitu: “Melaksanakan kegiatan operasional perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati hewani dan nabati”. Sedangkan fungsi UPT adalah :
(a)       penyusunan rencana, evaluasi dan pelaporan;
(b)       pelaksanaan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan pembebasan media pembawa hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK);
(c)       pelaksanaan pemantauan daerah sebar HPHK dan OPTK;
(d)       pelaksanaan pembuatan koleksi HPHK dan OPTK;
(e)       pelaksanaan pengawasan keamanan hayati hewani dan nabati;
(f)         pelaksanaan pemberian pelayanan operasional karantina hewan dan tumbuhan;
(g)       pelaksanaan pemberian pelayanan operasional pengawasan keamanan hayati hewani dan nabati;
(h)       pengelolaan sistem informasi, dokumentasi dan sarana teknik karantina hewan dan tumbuhan;
(i)         pelaksanaan pengawasan dan penindakan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan, karantina tumbuhan dan keamanan hayati hewani dan nabati; dan
(j)         pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
3.5. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data per 1 Januari 2009, jumlah seluruh sumber daya manusia (SDM) Badan Karantina Pertanian adalah 2.370 orang, terdiri dari : 301 orang pejabat struktural, 187 orang pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT) ahli, 45 orang calon POPT ahli, 82 orang Medik Veteriner, 16 orang calon Medik Veteriner, 205 orang POPT terampil, 63 orang calon POPT terampil, 317 orang Paramedik Veteriner, 84 orang calon Paramedik Veteriner, 161 orang pegawai teknis berpendidikan S1, 232 orang pegawai teknis berpendidikan SLA/D3, 117 orang pegawai administrasi berpendidikan S1, dan 552  orang pegawai administrasi berpendidikan SLA/D3. Dari 2.370 orang SDM, 207 orang bekerja di Kantor Pusat dan 2.163 bekerja di Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah.

3.6. Badan Karantina Pertanian Sebagai Focal Point Organisasi                
       Perlindungan Tumbuhan Nasional (National Plant Protection
Organization)

Berdasar Keputusan Menteri Pertanian Nomor 264/Kpts/OT.140/4/2006 Badan Karantina Pertanian ditetapkan sebagai focal point Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional (National Plant Protection Organization). Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional, terdiri atas :
(1)  Badan Karantina Pertanian;
(2)  Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan;
(3)  Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan; dan
(4)  Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura.

Badan Karantina Pertanian sebagai focal point mempunyai tugas mengkoordinasikan organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional dalam pelaksanaan Konvensi Perlindungan Tumbuhan Internasional, yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
  1. Penerbitan sertifikat yang berkaitan dengan ketentuan fitosanitasi negara pengimpor untuk pengiriman tumbuhan, produk tumbuhan dan barang yang diatur lainnya.
  2. Surveilans terhadap OPT pada tumbuhan dan produk tumbuhan yang disimpan atau dilalulintaskan terutama yang berkaitan dengan keberadaan, eksplosi dan penyebaran OPT, serta upaya pengendaliannya termasuk kewajiban untuk memberitahukan kepada negara lain.
  3. Pemeriksaan terhadap tumbuhan dan produk tumbuhan maupun media penyebaran OPT lainnya yang dilalulintaskan secara internasional untuk mencegah introduksi/pemasukan dan penyebaran OPT.
  4. Disinfestasi atau disinfeksi terhadap kiriman tumbuhan dan produk tumbuhan serta media penyebaran OPT lainnya yang dilalulintaskan secara internasional untuk memenuhi persyaratan fitosanitari.
  5. Perlindungan terhadap area yang terancam, menetapkan, mempertahankan dan melakukan surveilans terhadap area yang mempunyai prevalensi OPT rendah.
  6. Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT).
  7. Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.

Selanjutnya ditetapkan, Badan Karantina Pertanian sebagai focal point Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional bertanggung jawab dan wajib menyampaikan laporan kepada Menteri Pertanian. Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, Badan Karantina Pertanian dibantu oleh Sekretariat yang berkedudukan di Pusat Karantina Tumbuhan Badan Karantina Pertanian, Gedung E, Lantai V, Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan, Jakarta 12550.



[*] Materi Subbab ini sebagian besar diambil dari : Thaib Dano.1977. Seratus Tahun Karantina Tumbuh-Tumbuhan Indonesia 1977-1977. Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan, Departemen Pertanian, Jakarta.  

Comments