KETENTUAN BARU : IMPOR-EKSPOR PRODUK PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN HARUS AMAN DARI CEMARAN BERBAHAYA


Oleh :
Wahono Diphayana


Terhitung sejak tanggal 19 Nopember 2009, impor dan ekspor pangan segar asal tumbuhan (PSAT), harus diawasi keamananya dari cemaran kimia, residu pestisida, cemaran mikotoksin dan logam berat, agar tidak melebihi batas maksimum sehingga aman dan layak dikonsumsi, dan untuk produk ekspor dapat memenuhi persyaratan negara tujuan. Ketentuan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (PMP) No. 27/2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan, yang beberapa pasalnya kemudian dirubah  dengan PMP No. 38/2009.

Menurut PMP ini pengawasan keamanan pangan terhadap pemasukan dan pengeluaran PSAT dapat dilakukan melalui pengakuan terhadap sistem pengawasan keamanan PSAT negara asal, perjanjian ekivalensi antara Indonesia dengan negara asal atau negara tujuan PSAT, pengakuan terhadap pengawasan keamanan PSAT di tempat produksi, atau pemeriksaan terhadap setiap pemasukan pengeluaran PSAT.

Pertimbangan diterbitkannya PMP tersebut di antaranya adalah untuk menjamin PSAT yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia selain harus memnuhi ketentuan karantina tumbuhan juga harus tidak mengandung cemaran kimia melebihi batas maksimum yang ditetapkan sehingga aman dan layak dikonsumsi, dan  perlunya pengawasan ekspor PSAT untuk meningkatkan daya saing pangan segar asal tumbuhan Indonesia di pasar internasional.

Terdapat 21 jenis buah-buahan, 10 jenis sayuran, tujuh jenis serealea dan satu jenis kacang-kacangan yang terkena peraturan ini. Buah-buahan terdiri dari  aprikot, black currant, red currant, blackberry, blueberry, boysenberry, kismis/raisins, ceri, cranberry, dewberry, gooseberry, kiwi, peach, persimmon, pir, plum, prunes, apel, anggur, dan jeruk. Sayuran terdiri dari kentang, kubis, mentimun, cabai merah segar, paprika, lobak, wortel, bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay. Serealea terdiri dari barley, gandum, oats, padi, jagung, rye, dan shorgum. Untuk kacang-kacangan terdiri dari kacang tanah.

Untuk impor buah-buahan segar disamping harus dapat menehuhi persyaratan PMP No. 27/2009 juga harus memenuhi ketentuan PMP No. 37/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan Sayuran Buah Segar Ke Wilayah Negara Republik Indonesia.

Menurut PMP ini,  buah-buahan dan sayuran buah segar hanya diperbolehkan dimasukkan melalui tujuh pelabuhan laut dan udara, yaitu Belawan, Batu Ampar Batam, Tanjung Priok, bandara Sukarno-Hatta, Tanjung Perak, dan  Makassar. Buah-buahan impor juga harus bebas dari 31 jenis hama lalat buah yang belum ada di Indonesia.

Sedangkan untuk impor sayuran umbi lapis segar (seperti bawang merah dan bawang bombay) juga harus memenuhi ketentuan PMP No. 18/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Menurut PMP ini, impor sayuran umbi lapis segar hanya boleh masuk melalui 13 pelabuhan laut dan udara serta satu pos lintas batas, yaitu Belawan, Tanjung Balai Asahan, Dumai, Batam, Boom Baru (Palembang), Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Tarakan, Makassar, bandara Sukarno-Hatta dan bandara Ngurah Rai, serta lintas batas Entikong (Kalbar).

Impor sayuran umbi lapis segar harus bebas 21 jenis hama penyakit yang belum ada di Indonesia, yang terdiri dari enam jenis hama serangga, enam jenis penyakit nematoda, empat jenis penyakit cendawan, dua jenis penyakit bakteri, dan dua jenis hama tungau. Umbi lapis tersebut juga harus didevitalisasi, bebas dari partikel tanah dan tidak busuk atau rusak. Devitalisasi adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan agar umbi lapis tersebut tidak mampu berkecambah, tumbuh atau bereproduksi. Devitalisasi dilakukan dengan cara memangkas seluruh akar dan daun pada umbi.

 Dampak pemberlakuan peraturan ini terhadap ekspor-impor PSAT akan sangat besar, yang diperkirakan akan mengurangi baik jumlah impor maupun ekspor. Untuk memenuhi persyaratan dalam PMP No. 27/2009 saat ini belum banyak negara eksportir yang sistem pengawasan keamanan PSAT-nya telah diakui, yang telah memiliki perjanjian ekivalensi, dan pengawasan keamanan pangan tempat produksinya telah dakui. Perjanjian ekivalensi adalah perjanjian antara negara pengimpor dengan negara pengekspor terkait dengan sistem pengawasan keamanan PSAT yang berbeda namun menghasilkan tingkat perlindungan keamanan PSAT yang sama.

Dalam waktu beberapa bulan ke depan, impor buah-buahan, sayuran, serealea  dan kacang tanah diperkirakan akan menurun tajam, sampai selesainya proses pengakuan sistem pengawasan keamanan PSAT, dicapainya perjanjian ekivalensi, dan pengakuan sistem keamanan pangan tempat produksi di negara-negara yang selama ini menjadi negara pengekspor utama produk-produk tersebut ke Indonesia, seperti Amerika Serikat, Thailand, China, dan Australia. Bagi petani di dalam negeri ini merupakan peluang untuk meningkatkan produksi buah-buahan, sayuran, serealea dan kacang tanah.

Sedangkan untuk ekspor buah-buahan dan sayuran segar kita, selama ini banyak mengalami kendala karena persyaratan karantina di negara importir, seperti misalnya penolakan akibat adanya lalat buah yang dianggap berbahaya di Indonesia, seperti Bactrocera dorsalis dan Bactrocera cucurbitae.   Pemenuhan persyaratan aspek keamanan PSAT akan mendorong produsen buah-buahan dan sayuran di dalam negeri untuk menerapkan praktek budidaya yang baik (Good Agricultural Practices), suatu cara budidaya yang menerapkan pengetahuan yang tersedia untuk pelestarian lingkungan, ekonomi dan sosial bagi produksi dan pasca produksi PSAT.



                                        * Penulis adalah pengamat masalah perkarantinaan

Comments