Bisnis Internasional Bab X : Pemasaran dan Strategi Memasuki Pasar Internasional



BAB X
PEMASARAN  DAN STRATEGI MEMASUKI PASAR INTERNASIONAL



1. Pengertian Pemasaran Internasional

Pemasaran internasional adalah pelaksanaan aktivitas-aktivitas bisnis, yang mengarahkan arus barang dan jasa kepada konsumen di lebih dari satu negara dengan tujuan keuntungan. Perbedaan pengertian dengan pemasaran di dalam negeri atau domestik hanya pada ruang lingkup kegiatan di lebih dari satu negara.

Esensi pemasaran internasional pada dasarnya adalah mencari dan memuaskan kebutuhan pelanggan global secara lebih baik dibandingkan yang dilakukan oleh kompetitor, baik domestik maupun internasional dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas pemasaran di dalam kendala-kendala lingkungan global.

Secara  umum kegiatan-kegiatan pemasaran internasional meliputi antara lain ekspor, impor, fabrikasi luar negeri, usaha patungan, pemberian lisensi dan waralaba (franchising) di luar negeri, dan imbal dagang.

2. Orientasi Pemasaran Internasional

  1. Konsep Eksistensi Pasar Domestik
Perusahaan domestik mencari perluasan penjualan produk domestiknya ke luar negeri.

  1. Konsep Pasar Multidomestik
Perusahaan memasarkan produknya berdasarkan basis dari negara ke negara dengan strategi pemasaran yang berbeda untuk setiap negara.

  1. Konsep Pemasaran Global
Aktivitas pemasaran perusahaan adalah pemasaran global yang cakupannya adalah dunia. Perusahaan membuat produk yang terstandarisasi, kualitas yang baik, untuk dijual pada harga yang masuk akal.

3. Alasan Sebuah Perusahaan Memasuki Pasar Internasional

Terdapat berbagai alasan bagi sebuah perusahaan untuk memasuki pasar internasional atau pasar luar negeri. Di antaranya adalah seperti diuraikan di bawah ini.
  1. Untuk meneningkatkan laba atau keuntungan.
  2. Untuk memperoleh penerimaan atau pendapatan yang lebih besar.
  3. Memasuki atau menciptakan pasar baru.
  4. Merupakan pasar percobaan.
  5. Akibat adanya skala ekonomis (economies of scale), yaitu makin banyak memproduksi barang maka biaya produksi per unit menjadi lebih rendah, sehingga harganya menjadi lebih murah. Untuk itu perusahaan harus memperluas pasarnya ke luar negeri, sehingga bisa berproduksi lebih banyak yang mengakibatkan barangnya bisa dijual dengan harga yang makin rendah. Hal ini juga dapat  meningkatkan daya saing barang yang diproduksinya.
  6. Adanya kesepakatan antara beberapa negara di suatu kawasan untuk melakukan perdagangan bebas, sehingga  hambatan dalam bentuk tarif dan non tarif di negara-negara tersebut dihilangkan atau dikurangi. Akibatnya kegiatan bisnis internasional di antara negara tersebut menjadi lebih mudah.
  7. Mengikuti pelanggan ke luar negeri.
  8. Menyerang pesaing di pasar dalam negeri mereka.
  9. Menggunakan atau memanfaatkan input (faktor produksi) yang lebih murah di luar negeri.

4. Ekspor Sebagai Strategi Memasuki Pasar Internasional

4.1. Pertimbangan Pemilihan Ekspor

Pengeksporan sering dipilih oleh sebuah perusahaan internasional untuk memasuki pasar di luar negeri. Beberapa pertimbangan pemilihan ekspor untuk memasuki  pasar internasional, antara lain adalah sebagai berikut.
  1. Perusahaan relatif kecil dan tidak memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk usaha patungan asing atau investasi langsung.
  2. Adanya risiko politis, ketidakpastian, atau kondisi pasar luar negeri yang kurang menggiurkan.
  3. Tidak ada tekanan ekonomi atau politis untuk memproduksi dan memasarkan di luar negeri.

Pengeksporan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.


4.2. Pengeksporan Secara Langsung

Dalam pengeksporan secara langsung, produk diekspor sendiri oleh perusahaan yang memproduksinya. Tahapan yang umumnya harus diikuti oleh eksportir adalah sebagai berikut.

  1. Eksportir mempromosikan produknya untuk mencari minat calon importir terhadap produk yang akan diekspor. Promosi dapat dilakukan melalui media promosi, web-site atau homepage di internet, pameran dagang, melalui badan khusus urusan promosi ekspor (misalnya Badan pengembangan Ekspor Nasional atau BPEN di Indonesia), Atase Perdagangan di Kedutaan Besar Negara pengekspor, Atase Perdagangan di Kedutaan Besar negara asing di dalam negeri dan lain-lain.
  2. Importir yang berminat mengirimkan surat permintaan harga atau Letter of Inquiry kepada eksportir. Dalam syarat tersebut biasanya berisikan permintaan penawaran harga, mutu barang, jumlah yang ingin dibeli, waktu pengiriman dan lain-lain.
  3. Eksportir mengirimkan Offersheet atau surat penawaran harga kepada importir, yang berisikan keterangan yang diminta oleh importir dan keterangan atau informasi lainnya yang dianggap perlu.
  4. Setelah mempelajari offersheet dari eksportir, apabila menyetujui importir akan mengirimkan surat pesanan dalam bentuk ordersheet atau purchase order.
  5. Berdasarkan data dari ordersheet dan offersheet dan keterangan lain yang diperlukan (misalnya syarat pengapalan dan force majeur clause), eksportir menyiapkan kontrak jual beli ekspor (sale’s contract), Setelah ditandangani oleh eksportir kontrak tersebut dikirimkan kepada importir untuk ditandatangani sebagai tanda persetujuan. Kontrak ini biasanya dibuat aslinya dalam rangkap dua.
  6. Kontrak ditandangani oleh importir apabila ia dapat menyetujuinya, dan kemudian dikembalikan kepada eksportir. Satu copy kontrak akan ditahan oleh importir sebagai sale’s confirmation.
  7. Apabila syarat pembayaran menggunakan Letter of Credit (L/C), importir meminta kepada opening bank (bank devisa eksportir) untuk membuka L/C sebagai dana untuk membayar kepada pihak eksportir sesuai dengan pembayaran dan dengan syarat-syarat yang telah disepakati.
  8. Opening bank melakukan pembukaan L/C melalui bank korespondenya (advising bank) di negara eksportir. Penegasan pembukaan L/C dalam bentuk tertulis disebut L/C confirmation yang kemudian disampaikan kepada eksportir.
  9. Setelah meneliti keabsahan amanat pembukaan L/C yang diterima dari opening bank, advising bank meneruskannya kepada eksportir dengan surat pengantar yang disebut L/C advice. Eksportir penerima L/C disebut beneficiery.
  10. Setelah menerima L/C confirmation, eksportir kemudian menyiapkan barang yang akan diekspor, menghubungi perusahaan pelayaran (shipping company) untuk pemesanan tempat di kapal pengangkut, dan mengurus formalitas ekspor lainnya (misalnya pengurusan ke Bea dan Cukai).
  11. Shipping company setelah melakukan pemuatan barang ke atas kapal menyerahkan Bill of Lading (B/L), sebagai bukti pengiriman barang, kepada eksportir. Shipping company selanjutnya bertanggung jawab untuk mengangkut barang tersebut sampai tujuan dengan selamat dan menyerahkannya kepada penerima barang yang disebut dalam B/L.
  12. Setelah menerima B/L dari perusahaan pelayaran, eksportir menyiapkan semua dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam L/C, yang kemudian diserahkan kepada negotiating bank untuk memperoleh pembayaran.
  13. Setelah meneliti dengan seksama semua dokumen pengapalan yang diminta dalam syarat-syarat L/C, dan dianggap cocok, negotiating bank akan membayarkan jumlah yang ditagih eksportir dari dana L/C.
  14. Negotiating bank meneruskan dokumen pengapalan kepada opening bank yang membuka L/C untuk menagih uang yang telah dibayarkan oleh negotiating bank kepada eksportir.
  15. Apabila semua dokumen pengapalan dianggap sesuai dengan syarat-syarat L/C, opening bank kemudian melunasi uang yang telah dibayarkan oleh negotiating bank kepada eksportir.
  16. Opening bank memberitahukan penerimaan dokumen pengapalan kepada importir. Importir kemudian mengambil dokumen pengapalan dari opening bank dan menyelesaikan administrasi pembayarannya. Opening bank kemudian menyerahkan seluruh dokumen pengapalan untuk digunakan oleh importir untuk pengurusan pengeluaran barang dari pelabuhan.
  17. Setelah menerima dokumen pengapalan dari opening bank, importir selaku penerima barang mengurus import clearance ke Bea Cukai di pelabuhan tujuan.
  18. Shipping agent menyerahkan muatan kepada importir. Maka selesailah proses penerimaan barang oleh importir.

4.3. Pengeksporan Secara Tidak Langsung

Dalam pengeksporan secara tidak langsung, produk diekspor melalui berbagai jenis fasilitator ekspor yang berbasis di dalam negeri, seperti  agen-agen ekspor pabrikan yang menjual untuk pabrikan, pedagang ekspor yang membeli dan menjual untuk keuntungan mereka, perusahaan internasional yang menggunakan barang di luar negeri, dan agen komisi ekspor yang membeli untuk pelanggan di luar negeri.

5. Aliansi Strategis Untuk Memasuki Pasar Internasional

Aliansi (alliance) atau persekutuan dapat diartikan sebagai kumpulan perorangan, kelompok atau organisasi yang memiliki sumber daya, dan bersedia untuk kemudian terklibat aktif untuk mengambil peran atau menjalankan fungsi dan tugas tertentu dalam suatu rangkaian terpadu.  Aliansi strategis di dalam kegiatan bisnis merupakan suatu bentuk kerjasama antar perusahaan, dimana sumberdaya, kemampuan dan core competencies digabungkan demi kepentingan bersama. Aliansi strategis tercipta ketika dua atau lebih perusahaan bisnis bergabung untuk periode waktu tertentu. Umumnya kedua atau lebih perusahaan itu tidak berkompetisi secara langsung dan memiliki produk yang hampir serupa dan ditujukan untuk pasar sasaran yang sama.

Dewasa ini, melalui aliansi strategis perusahaan dapat memperoleh keunggulan kompetitif melalui akses kepada sumber daya, pasar, teknologi dan modal yang dimiliki partner. Melalui akses tersebut, perusahaan dapat memperoleh tambahan sumber daya dan kemampuan, sehingga dapat melakukan perluasan pasar secara lebih cepat dan efisien. Banyak pula perusahaan yang memanfaatkan aliansi strategis untuk memperoleh saluran distribusi, pemasaran atau reputasi brand yang lebih besar dan terkenal, Namun umumnya, perusahaan internasional membentuk aliansi untuk alasan seperti ekspansi geografis, penghematan biaya, perluasan pabrik dan supply-chain synergy.

Bentuk-bentuk aliansi strategis antara lain adalah usaha patungan (joint venture), pemberian lisensi (licensing), waralaba (franchising), pabrikan kontrakan (contract manufacturing), memproduksi di luar negeri, akuisisi, merger, dan konsorsium. Disamping bentuk-bentuk aliansi strategis yang konvensional tersebut, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, telah muncul aliansi strategis baru, di antaranya keiretsu di Jepang, relationship enterprise, dan virtual corporation.

5.1. Usaha Patungan

Usaha patungan merupakan kerjasama di antara dua atau lebih perusahaan yang berbagi kepentingan bersama dalam usaha atau kegiatan bisnis yang diwujudkan dalam bentuk pembelian saham atau investasi langsung. Bentuk usaha patungan antara lain sebagi berikut.
  1. Badan usaha baru yang dibentuk oleh perusahaan internasional dan perusahaan lokal.
  2. Badan usaha baru yang dibentuk oleh dua perusahaan internasional dengan tujuan melakukan bisnis di pasar ketiga.
  3. Badan usaha baru yang dibentuk oleh badan pemerintah dan sebuah perusahaan internasional.
  4. Kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan dalam suatu proyek yang waktunya terbatas.

5.2. Pemberian lisensi

Lisensi adalah perjanjian kontraktual di mana sebuah perusahaan memberikan hak paten, rahasia dagang atau teknologi kepada  perusahaan lain  untuk membuat atau menjual suatu produk dengan mendapat bayaran.

5.3. Waralaba

Waralaba merupakan sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merk (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan  untuk melaksanakan bisnis dengan merk, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya, dalam jangka waktu tertentu dan meliputi area tertentu. Waralaba adalah suatu bentuk lisensi yang memberikan kesempatan kepada pihak penerima untuk membeli paket pendukung bagi usaha tersebut.

5.4. Pabrikan kontrakan

Sebuah perusahaan di dalam negeri mengadakan perjanjian/kontrak dengan perusahaan lain di luar negeri untuk memproduksi produk tertentu sesuai spesifikasi, sedangkan  tanggung jawab pemasaran tetap ditangan perusahaan di dalam negeri.





5.5. Memproduksi di luar negeri

Perusahaan membuka cabang di luar negeri dan sepenuhnya menjadi milik perusahaan tersebut, dengan cara membangun pabrik baru, mengambil alih perusahaan yang sedang berjalan, atau membeli distributornya.

5.6. Sub-kontrak

Sub-kontrak merupakan kontrak kerja sebuah perusahaan kontraktor dengan orang atau perusahaan lain untuk memasok barang atau menyelesaikan jasa tertentu. Misalnya dalam pembangunan gedung, jalan raya, instalasi listrik dan lain-lain. Dalam praktek, sebuah perusahaan kontraktor, baik yang domestik maupun yang internasional, tidak menyelesaikan pembangunan suatu proyek secara sendirian, akan tetapi menggunakan kontraktor lain, atau mensubkontakkan pekerjaan ke perusahaan-perusahaan lain.

5.7. Merger

Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi sebuah perusahaan yang dimiliki oleh pemilik yang sama. Merger biasanya dilakukan dengan mengambil alih sebagian atau seluruh saham perusahaan lain.

Terdapat dua jenis merger, yaitu merger horizontal dan merger vertikal. Merger horizontal merupakan kombinasi perusahaan yang melibatkan jenis bisnis yang sama, sedangkan merger vertikal merupakan  kombinasi sebuah perusahaan dengan pemasok atau pelanggan potensial.

Merger biasanya dilakukan dengan dua cara, akuisisi dan konsolidasi. Akuisisi merupakan penggabungan perusahaan, dimana salah satu perusahaan tetap bertahan dan perusahaan lainnya kehilangan identitas. Sedangkan dengan cara konsolidasi, dua atau lebih perusahaan  bergabung menjadi suatu perusahaan baru, dan masing-masing kehilangan identitasnya.

5.8. Konsorsium

Konsorsium merupakan kerjasama dua perusahaan atau lebih untuk melakukan pembiayaan suatu proyek yang nilainya sangat besar.

5.9. Keiretsu

Keiretsu merupakan suatu aliansi strategis khusus yang terdapat di Jepang. Suatu keiretsu merupakan aliansi antar bisnis atau kelompok perusahaan dengan bisnis keluarga yang bersatu padu untuk merebut  pangsa pasar. Keiretsu meliputi berbagai jenis pasar yang luas, termasuk pasar modal, pasar barang primer dan pasar suku cadang. Hubungan keiretsu sering kali diperkuat dengan kepemilikan sebagian besar saham bank, disamping kepemilikan silang dari saham sebuah perusahaan dengan pembelinya dan pemasok non-keuangan. Eksekutif keiretsu secara sah dapat duduk dalam dewan direksi perusahaan lain dan berbagi informasi serta mengkoordinasikan harga di dalam rapat dewan presiden tertutup. Jadi pada dasarnya, keiretsu merupakan suatu kartel yang direstui pemerintah Jepasng.

5.10. Relationship Enterprise

Relationship enterprise terdiri dari pengelompokan perusahaan dalam industri dan negara yang berbeda, dimana berusahaan yang saling bergantung ini disatukan oleh sasaran umum yang sama yang mendorong mereka untuk bertindak seolah-olah hanya ada satu perusahaan. Tipe aliansi ini tidak semata-mata didorong oleh perubahan teknologi, akan tetapi oleh kebutuhan politik untuk mempunyai negara asal di banyak negara. Perusahaan ini akan mampu menarik banyak uang dari sumbernya, menghindari hambatan antitrust, mempunyai negara asal di semua pasar utama, dan akan menikmati keunggulan politik karena merupakan perusahaan “lokal” hampir di manapun.

5.11. Virtual Corporation

Virtual corporation tampak seolah-olah merupakan satu kesatuan organisasi dengan kemampuan luar biasa, tetapi sebenarnya merupakan hasil dari banyak kerjasama yang dilakukan hanya apabila diperlukan. Pada tingkat global, virtual corporation dapat menggabungkan efektivitas biaya dan kecepatan memberi tanggapan. Sukses dari virtual corporation tergantung pada kemampuan mengumpulkan dan mengintegrasikan arus informasi massal di seluruh komponen organisasi serta bertindak secara cerdas atas informasi tadi. Virtual corporation muncul sebagai akibat perkembangan teknologi informasi, database yang tersebar, jaringan dan sistem terbuka memungkinkan adanya arus data, terutama yang berkaitan dengan supply chain management,  yang diperlukan untuk virtual corporation. Produk virtual, yang merupakan produksi virtual corporation, praktis sudah ada sebelum produk tersebut dibuat di pabrik, dimana konsep, rancangan, dan manufaktur dari produk tersebut disimpan dalam pikiran tim yang bekerja sama, dalam komputer, dan dalam lini produksi yang fleksibel.

6. E-Commerce

Perkembangan teknologi komunikasi menggunakan internet telah mengembangkan e-commerce (electronic commerce) dalam pemasaran internasional suatu produk. E-commerce merupakan suatu fenomena teknologi yang saat nini digunakan dalam distance selling (penjualan jarak jauh). Karakteristik e-commerce berskala global, tanpa mengenal sekat atau batas yuridiksi antar negara serta menghilangkan kendala jarak yang sering menjadi kendala utama dalam komunikasi.

Menurut WTO, cakupan e-commerce meliputi bidang produksi, distribusi, pemasaran, penjualan dan pengiriman barang atau jasa melalui cara elektronik. Alliance for Global Business, suatu asosiasi di bidang perdagangan terkemuka, mengartikan e-commerce sebagai seluruh transaksi nilai yang melibatkan transfer informasi, produk, jasa atau pembayaran melalui jaringan elektronik sebagai media.

Dewasa ini pembuatan homepage perusahaan dan pemesanan produk melalui internet telah berkembang pesat, dan merupakan salah satu strategi dalam pemasaran internasional yang mulai banyak digunakan. 

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Cara Memasuki Pasar
    Internasional  

Terdapat cukup banyak faktor yang akan mempengaruhi pilihan sebuah perusahaan di dalam memasuki pasar internasional, apakah sebaiknya mengekspor atau memilih melakukan salah satu bentuk aliansi strategis. Faktor-faktor tersebut adalah seperti diuraikan di bawah ini.
  1. Karakteristik negara yang akan dimasuki. Di sini termasuk antara lain sistem ekonomi negara tersebut, risiko politis dan lingkungan, tingkat pertumbuhan pasar, dan infrastruktur yang tersedia.
  2. Hambatan perdagangan dan regulasi pemerintah. Di sini termasuk hambatan perdagangan langsung, hambatan perdagangan tidak langsung dan kebijakan pemerintah.
  3. Tujuan manajemen atau perusahaan.
  4. Kapabilitas manajemen.
  5. Kekuatan finansial perusahaan.
  6. Ukuran perusahaan.
  7. Pengalaman perusahaan dalam pemasaran internasional.
  8. Karakteristik produk.
  9. Tersedianya organisasi pemasaran.
  10. Tipe organisasi pemasaran.
  11. Komitmen sumberdaya.
  12. Lokasi produksi.
  13. Kemampuan perusahaan menghadapi perubahan akibat kondisi baru yang dihadapi.
  14. Hubungan dengan perantara pemasaran.

Comments