Bisnis Internasional Bab VII : Hambatan Non-Tarif Dalam Bisnis Internasional
BAB VII
HAMBATAN NON-TARIF DALAM BISNIS
INTERNASIONAL
1. Kuota (Quota)
- Pengertian
Kuota adalah
pembatasan terhadap jumlah fisik barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota
ekspor) ke dan dari suatu negara.
- Jenis Kuota Impor
(1) Absolute atau Unilateral Quota
Ini adalah kuota
yang besar kecilnya ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan
negara lain.
(2) Negotiated atau Bilateral Quota
Ini adalah kuota
yang besar kecilnya ditentukan berdasarkan perjanjian antara dua negara atau
lebih.
(3) Tariff Quota
Ini adalah
gabungan antara tarif dengan kuota. Misalnya untuk sejumlah tertentu impor
barang diizinkan dengan tarif tertentu, tambahan impor masih diizinkan tetapi
dikenakan tarif yang lebih tinggi.
(4) Mixing Quota
Bahan mentah yang
diimpor dalam proporsi tertentu dibatasi penggunaannya dalam produksi barang
akhir.
- Tujuan Kuota Impor
Secara umum
tujuan suatu negara melakukan kuota impor, hampir sama dengan tujuan dari
pengenaan tarif.
- Tujuan Kuota Ekspor
(1)
Untuk mencegah barang yang penting tidak jatuh ke
tangan musuh.
(2)
Untuk menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam
proporsi yang cukup.
(3)
Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian
harga guna mencapai stabilisasi harga.
2. Subsidi
Subsidi adalah bantuan yang
diberikan oleh pemerintah kepada pihak produsen di dalam negeri. Bentuk bantuan
bisa berupa pemberian bahan baku, penetapan harga bahan baku yang lebih rendah
dari harga pasar, dan lain-lain.
Dengan adanya subsidi, produsen
dapat menjual barang yang diproduksinya dengan harga yang lebih rendah dari
yang seharusnya (tanpa subsidi), sehingga subsidi dapat menimbulkan distorsi di
dalam pasar. Oleh karena itu banyak negara yang melakukan berbagai bentuk
proteksi terhadap produk impor yang disubsidi.
Subsidi ekspor merupakan
instrumen subsidi yang diberikan pada barang ekspor. Subsidi ekspor dewasa
ini banyak diterapkan pada produk-produk
pertanian negara maju. Mengamankan daya kompetisi produk-produk pertanian
mereka dalam menghadapi persaingan ”tidak adil” dengan produk pertanian negara
lain yang juga disubsidi merupakan argume klasik yang mengemuka.
3. Pajak Ekspor
Pajak ekspor adalah instrumen pajak
yang dikenakan terhadap barang ekspor. Pajak ekspor umumnya dikenakan untuk
melindungi konsumen atau produsen pengguna di dalam negeri. Di tengah-tengah
harga minyak kelapa sawit dunia yang membumbung tinggi, Indonesia, misalnya,
mengenakan pajak ekspor terhadap ekspor minyak kelapa sawit untuk melindungi
konsumen dalam negeri.
4. Anti Dumping
a. Pengertian
Anti dumping adalah tindakan
(misalnya pengenaan bea masuk dan pembatasan) yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap barang yang diimpor dari negara lain yang dianggap melakukan dumping.
Dumping adalah diskriminasi harga
secara internasional yang dilakukan dengan menjual suatu produk di luar negeri
dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga di dalam negeri. Dewasa
ini, dumping dianggap sebagai praktek perdagangan yang tidak jujur (unfair trade practice). Negara yang
dirugikan dapat melakukan tindakan anti dumping (counterveiling dumping)
b. Jenis Dumping
(1) Persistent Dumping
Ini adalah kecenderungan memonopoli
yang berkelanjutan dari suatu perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh
laba maksimum dengan menetapkan harga yang lebih tinggi di dalam negeri
daripada di luar negeri.
(2) Predatory Dumping
Ini adalah tindakan perusahaan untuk
menjual barangnya di luar negeri dengan harga lebih murah untuk sementara
(temporer), sehingga dapat menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari
persaingan bisnis. Setelah dapat memonopoli pasar, barulah harga kembali
dinaikkan untuk mendapat laba maksimum.
(3) Sporadic Dumping
Ini adalah tindakan perusahaan dalam
menjual produknya di luar negeri dengan harga yang lebih murah secara sporadis
dibandingkan harga di dalam negeri karena adanya surplus produksi di dalam
negeri.
5. Keamanan Pangan (Food Safety)
Produk pangan yang dikonsumsi
masyarakat dan diperdagangkan harus bebas dari zat-zat yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Standar kesehatan ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission, sebuah lembaga di bawah WHO.
6. Peraturan Karantina
Peraturan karantina merupakan upaya
untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan penyakit baru dari luar negeri ke
dalam negeri, dimana kalau sampai masuk (melalui barang-barang yang
diperdagangkan) akan dapat merusak kesehatan manusia atau mengancurkan tanaman
pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Secara internasional, ketentuan
karantina didasarkan pada Agreement on
the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) dari WTO. Untuk
karantina tumbuhan standar internasional yang digunakan didasarkan pada International Standard for Phytosanitary
Measures (ISPM) yang diterbitkan oleh International
Plant Protection Convention (IPPC). Untuk karantina hewan, standar
internasional yang digunakan didasarkan pada standar yang diterbitkan oleh World Organization of Animal Health
(WOAH) atau Organization Internationale
de Ephyzootic (OIE).
7. Masalah Mutu (Quality)
Produk yang diperdagangkan harus
memenuhi standar mutu yang ditetapkan secara internasional atau secara
nasional. Ketentuan
ini secara internasional didasarkan pada Agreement
on Technical Barriers to Trade (TBT) dari WTO.
8. Masalah
Selera Konsumen
Masalah selera konsumen di suatu
negara secara tidak langsung seringkali menjadi hambatan dalam perdagangan
internasional.
9. Masalah Politik
Masalah politik seringkali menjadi
hambatan di dalam perdagangan internasional, misalnya : hubungan antar negara
yang kurang baik atau bermusuhan, embargo yang diterapkan oleh suatu negara,
kelompok negara atau PBB terhadap sebuah negara, dan lain-lain.
10. Masalah Moral dan Agama
Salah satu contoh hambatan
perdagangan dengan alasan agama adalah keharusan produk yang diperdagangkan
disertai label halal.
11. Peraturan Pertahanan dan Keamanan
Hambatan perdagangan terkait masalah
pertahanan atau keamanan adalah pembatasan larangan peralatan tempur oleh suatu
negara ke negara yang lain, pelarangan penjualan senjata kepada masyarakat
umum, dan lain-lain.
12. Ecolabelling
Ecolabelling adalah pemberian tanda pada suatu barang yang
diperdagangkan, yang menerangkan bahwa barang tersebut diproduksi dengan tidak
merusak lingkungan. Barang yang tidak mempunyai label akan ditolak oleh negara
konsumen. Gagasan tentang ecolabelling kini berkembang, mencakup bidang yang
luas, yaitu mulai dari penyediaan bahan baku sampai pada pembuangan barang
bekas.
13. VER (Voluntary Export Restaint)
VER merupakan instrumen pembatasan
yang dikenakan pemerintah negara eksportir terhadap jumlah (kuantitas) barang
yang diekspor dalam jangka waktu tertentu. VER muncul sebagai reaksi setelah
negara importir, umumnya yang mempunyai pasar yang besar dan strategis,
berupaya melindungi diri dari serbuan barang impor dari negara eksportir
tertentu. Guna menghindari pemberlakuan kebijakan impor lanjutan yang lebih
ketat, negara eksportir dimaksud ”mengambil hati” negara importir dengan
mengenakan VER pada ekspor mereka. Salah satu contoh yang terkenal adalah
pemberlakuan VER oleh pemerintah Jepang di awal tahun 1980-an terhadap ekspor
mobil Jepang ke pasar Amerika Serikat. Langkah ini diambil untuk mengurangi
tekanan lobby perusahaan-perusahaan mobil besar AS yang menginginkan pengenaan
bea masuk impor yang lebih tinggi terhadap mobil Jepang.
14. OMA (Orderly Marketing Agreement)
OMA adalah pembatasan pemasaran ptoduk tertentu atas
permintaan negara importir.
15. Government Procurement Policy
Ini merupakan kebijakan yang
mensyaratkan lembaga-lembaga pemerintah untuk membeli barang atau jasa dari
perusahaan dalam negeri. Kebijakan yang umumnya dinyatakan secara resmi sebagai
upaya untuk mendorong kinerja perusahaan di dalam negeri, pada prakteknya
membatasi impor.
16. Prosedur
Birokrasi (Red Tape Barriers)
Prosedur yang pada awalnya ditempuh
demi penyelenggaraan tertib administrasi negara bisa menjadi proses yang
berbelit, tidak transparan, dan rentan terhadap praktek pungutan tidak resmi,
yang pada akhirnya mengganggu kegiatan ekspor dan impor.
17. Generalized System of Preference (GSP)
GSP atau sistem preferensi umum
merupakan suatu bentuk bantuan fasilitas dari negara-negara industri maju
kepada negara-negara sedang berkembang. Bentuk fasilitas tersebut berupa
penurunan atau pembebasan bea masuk atas produk-produk tertentu yang dihasilkan
dan diekspor oleh negara-negara sedang berkembang ke negara-negara maju pemberi
preferensi. Adapun tujuan dari pemberian GSP ini adalah untuk meningkatkan
devisa, mempercepat industrialisasi dan pertumbuhan negara-negara sedang
berkembang dengan memberikan dan membuka peluang untuk memasarkan barang-barang
yang dihasilkannya, sehingga barang-barang tersebut dapat bersaing di pasaran
negara-negara maju. Pertimbangan yang mendasari pengecualian kepada
negara-negara berkembang adalah untuk memberikan akses lebih besar di pasar
negara-negara maju, yang pada gilirannya dapat memajukan pembangunan ekonomi
dan industri negara-negara berkembang. GSP dibentuk dalam rangka UNCTAD (United Nations Conference on Trade and
Development) yang merupakan lembaga di bawah bendera PBB yang membidangi
perdagangan dan pembangunan.
Comments
Post a Comment