PERSYARATAN KARANTINA UNTUK PEMASUKAN/IMPOR
MEDIA PEMBAWA OPTK ATAU TUMBUHAN NON BENIH



Dalam Bab sebelumnya secara khusus telah dibahas persyaratan karantina dan persyaratan lain terkait pemasukan atau impor benih tumbuhan. Dalam Bab ini akan dibahas persyaratan karantina untuk pemasukan media pembawa OPTK yang tidak termasuk benih tumbuhan. Pembahasan meliputi persyaratan umum dan persyaratan tambahan, serta ketentuan dan persyaratan khusus menyangkut pemasukan atau impor buah-buahan dan sayuran buah segar, jenis-jenis Allium sp. (seperti bawang merah dan bawang bombay) untuk konsumsi, media pembawa OPTK yang digunakan sebagai pembungkus, dan media pertumbuhan.

1. Persyaratan Umum

Setiap media pembawa OPTK yang dimasukkan atau diimpor ke dalam wilayah negara RI, wajib :
a)    dilengkapi Surat Kesehatan Tumbuhan (phytosanitary certificate) dari negara asal dan negara transit;
b)    melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c)     dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina tumbuhan di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

2. Persyaratan Tambahan

Persyaratan tambahan ini berlaku untuk seluruh media pembawa OPTK. Media pembawa OPTK adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa OPTK. Benda lain, misalnya adalah alat angkut dan peti kemas. Persyaratan tambahan untuk media pembawa OPTK yang diuraikan di bawah ini pada prinsipnya sama dengan persyaratan tambahan untuk benih tumbuhan yang telah diuraikan di Bab IV.

  1. Persyaratan tambahan dikenakan apabila dalam suatu keadaan yang ditetapkan berdasarkan AROPT dinilai memiliki potensi yang besar untuk mengakibatkan terjadinya penyebaran OPT.
  2. Persyaratan tambahan terdiri dari persyaratan teknis atau persyaratan kelengkapan dokumen.
  3. Untuk memastikan media pembawa OPTK yang akan dimasukkan ke dalam wilayah negara RI bebas dari OPTK dapat dilakukan verifikasi di negara asal.
  4. Persyaratan teknis, meliputi antara lain persyaratan sebagai berikut.
(1)     Media pembawa OPTK harus berasal dari area produksi di negara asal yang bebas dari investasi OPT tertentu, yang dinyatakan dalam kolom keterangan tambahan (additional declaration) pada Surat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman.
(2)     Media pembawa OPTK yang berasal dari area produksi di negara asal yang tidak bebas dari investasi OPTK harus diberi perlakuan tertentu di negara asal sebelum dikirim atau dimasukkan ke dalam wilayah negara RI, yang dinyatakan dalam kolom perlakuan (treatment) pada Surat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman.
(3)     Media pembawa OPTK harus dikenakan tindakan karantina tumbuhan di negara ke tiga, yang dinyatakan dengan Surat Kesehatan Tumbuhan untuk re-ekspor.
(4)     Media pembawa OPTK harus dikemas dengan menggunakan jenis kemasan tertentu, yang dinyatakan  antara lain dengan marka/label. Jenis kemasan tertentu adalah jenis-jenis kemasan yang tidak mengandung atau terkontaminasi OPTK dan mampu melindungi media pembawa dari re-infestasi OPTK.
(5)     Media pembawa OPTK harus dikenakan pengemasan ulang di negara ke tiga, yang dinyatakan dengan Surat Kesehatan Tumbuhan untuk re-ekspor.
(6)     Media pembawa OPTK harus diangkut dengan menggunakan jenis dan rute alat angkut tertentu, yang dapat dibuktikan melalui dokumen perjalanan alat angkut.
(7)     Media pembawa OPTK dilarang turun dari alat angkut di negara tertentu apabila alat angkut yang membawanya transit di negara tersebut, yang dinyatakan dalam kolom keterangan tambahan (additional declaration) pada Surat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman. Negara tertentu adalah negara-negara yang harus dihindari untuk transit bagi alat angkut yang membawa media pembawa karena situasi sedang berjangkitnya wabah OPTK.
  1. Persyaratan kelengkapan dokumen, antara lain berupa dokumen sebagai berikut.
(1)       Surat Ijin Pemasukan Benih Tumbuhan dari Menteri Pertanian.
(2)       Sertifikat Perlakuan yang menyertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari negara asal.
(3)       Surat keterangan negara asal (certificate of origin).
(4)       Rencana Kedatangan Alat Angkut.
(5)       Daftar Muatan Kapal (Inward Manifest).
(6)       Cargo manifest.
(7)       Bill of Lading (B/L).
(8)       Airway Bill (AWB).
(9)       Packing List.
(10)   Passenger Declaration.

Disamping persyaratan umum dan khusus di atas terdapat beberapa ketentuan khusus untuk pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segar, jenis-jenis Allium sp. (seperti bawang merah dan bawang bombay) untuk konsumsi, media pembawa OPTK yang digunakan sebagai pembungkus, dan media pertumbuhan.

3. Ketentuan dan Persyaratan Khusus Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan Sayuran 
    Buah Segar

  1. Pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segar hanya diperbolehkan dimasukkan di 7 (tujuh) tempat pemasukan, yaitu :
(1)  Pelabuhan laut Belawan;
(2)  Pelabuihan laut Batu Ampar, Batam;
(3)  Pelabuhan laut Tanjung Priok;
(4)  Pelabuhan udara Soekarno-Hatta;
(5)  Pelabuhan laut Tanjung Perak; dan
(6)  Pelabuhan laut Makassar
  1. Persyaratan umum masih tetap berlaku dalam pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segar. Persyaratan tersebut adalah :
(1)  dilengkapi Surat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) dari negara asal dan transit; dan
(2)  dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan.
  1. Buah-buahan dan sayuran buah segar dari area produksi di negara asal yang bebas dari infestasi lalat buah harus dinyatakan dalam kolom keterangan tambahan (additional declaration) pada Surat Kesehatan Tumbuhan. Jenis-jenis lalat buah tersebut adalah :
(1)  Anastrepha fraterculus (Wied);
(2)  Anastrepha ludens (Loew);
(3)  Anastrepha serpentina;
(4)  Anastrepha suspensa;
(5)  Bactrocera jarvisi (Tryon);
(6)  Bactrocera passiflorae (Frog);
(7)  Bactrosera kandiensis;
(8)  Bactrocera kinabalu;
(9)  Bactrocera tryoni (Frog);
(10)        Ceratitis capitata (Wied);
(11)        Ceratitris cosyra (Wlk);
(12)        Ceratitis rosa (Karsch)
(13)        Rhagoletis cerasi;
(14)        Rhagoletis cingulata (Loew);
(15)        Rhagoletis fausta (Osten);
(16)        Rhagoletis pomonella (Walsch);
(17)        Rhagoletis pronia (Welder);
(18)        Rioxa pornia (Welder);
(19)        Ceratitis quinaria;
(20)        Ceratitis cerasi;
(21)        Anastrepha obligua;
(22)        Bactrocera philipinensis;
(23)        Bactrocera psidii;
(24)        Bactrocera caryeae;
(25)        Bactrocera pyrifolia;
(26)        Ceratitis punctata;
(27)        Bactrocera curvipennis;
(28)        Bactrocera tsuneonis;
(29)        Bactrocera cilliatus;
(30)        Bactroceta depressa; dan
(31)        Toxotrypana curvicauda.
  1. Buah-buahan dan sayuran buah segar yang berasal dari area produksi di negara asal yang tidak bebas dari infestasi lalat buah, harus diberi perlakuan yang dinyatakan dalam kolom perlakuan pada Phytosanitary Certificate. Jenis perlakuan antara lain dengan pendinginan, vapour heat treatment (VHT) dan fumigasi menggunakan metil bromida (CH3Br).
(1)  Pendinginan untuk lalat buah sasaran Ceratitis capitata (Wied) dan Anastrepha spp.

Temperatur
Durasi (hari)
0.0° (32°F)
12
0.55° (33°F)
13
1.1° (34°F)
14
1.6° (35°F)
16
2.2° (36°F)
18
(2)  Pendinginan  untuk lalat buah sasaran Bactrocera tryoni (Frogg) dan Bactrocera spp.

Temperatur
Durasi (hari)
0.0° (32°F)
13
0.55° (33°F)
14
1.1° (34°F)
18
(3)  Vapour heat treatment (VHT) untuk lalat buah sasaran Ceratitis capitata (Wied) dan Bactrocera spp.

Temperatur
Durasi (menit)
44.4° (112°F)
525
(4)  Vapour heat treatment (VHT) untuk lalat buat sasaran Anastrepha spp.

Temperatur
Durasi (menit)
43.3° (110°F)
360
(5)  Fumigasi dengan metil bromida (CH3Br) untuk semua jenis lalat buah sasaran.

Dosis
Temperatur
Durasi (jam)
32 gram per m3
≥ 21°C
2
40 gram per m3
≥ 16-20°C
2
48 gram per m3
≥ 11-15°C
2

  1. Buah-buahan dan sayuran buah segar harus dibungkus/dikemas,  menggunakan karton dan plastik atau pembungkus/kemasan yang lain, serta diangkut dengan peti kemas yang dilengkapi sarana pendingin. Suhu peti kemas selama pengangkutan disesuaikan dengan jenis buah dan sayuran buah segar.
  2. Prosedur pemasukan yang harus diikuti pemilik adalah sebagai berikut.
(1)  Untuk barang muatan, pemilik atau yang dikuasakan memberitahukan rencana pemasukan, dengan mengisi formulir yang telah disediakan, kepada Kepala Badan Karantina Pertanian melalui Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Pertanian (Kepala Balai Besar atau  Balai  Karantina Pertanian setempat) di salah satu tempat pemasukan yang ditetapkan.
(2)  Pemberitahuan tersebut disampaikan sebelum buah-buahan atau sayuran buah segar dinaikkan ke alat angkut di tempat pengeluaran negara asal.
(3)  Pemberitahuan tersebut antara lain meliputi jumlah, jenis, merk, jenis kemasan, jenis alat angkut, peti kemas, tempat pengeluaran negara asal, tempat pemasukan, dan tempat negara transit.   
(4)  Pemberitahuan dilakukan untuk setiap kali pengiriman.
(5)  Kepala Balai Besar atau Kepala Balai Karantina Pertanian setempat akan memberikan jawaban paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan dari pemilik atau yang dikuasakan. Formulir jawaban berisikan keterangan yang memuat persyaratan pemasukan.
(6)  Buah-buahan dan sayuran buah segar hanya dapat dinaikkan ke alat angkut di tempat pengeluaran negara asal setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam surat jawaban Kepala Balai Besar atau Kepala Balai Karantina Pertanian setempat.
(7)  Ketentuan sebagaimana yang diberlakukan untuk barang muatan juga berlaku untuk buah-buahan dan sayuran buah segar dalam bentuk bawaan penumpang dan jasa kiriman pos.

4. Ketentuan dan Persyaratan Khusus Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup      
    Berupa Sayuran Umbi Lapis Segar

  1. Hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar adalah bagian dari tumbuhan yang berupa umbi lapis (bulb) yang termasuk dalam famili Allium, baik utuh atau bagiannya yang belum diproses menjadi bahan olahan. Contohnya adalah bawang merah dan bawang bombay.
  2. Sama dengan ketentuan umum pemasukan atau impor tumbuhan, hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib :
(1)  dilengkapi Surat Kesehatan Tumbuhan dari negara asal dan negara transit;
(2)  melalui tempat-tempat pemasukan yang ditetapkan; dan
(3)  dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina tumbuhan di tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan.
  1. Pemasukan hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar ke wilayah RI, hanya dibolehkan melalui :
(1)  Pelabuhan Laut Belawan, Medan;
(2)  Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan;
(3)  Pelabuhan Laut Dumai, Riau;
(4)  Pelabuhan Laut Batam;
(5)  Pelabuhan Sungai Boom Baru, Palembang;
(6)  Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta;
(7)  Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang;
(8)  Pelabuhan Laut Tanjung Perak, Surabaya;
(9)  Pelabuhan Laut Pontianak;
(10)   Pelabuhan Laut Tarakan;
(11)   Pelabuhan Laut Makassar;
(12)   Pos Lintas Batas Entikong;
(13)   Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta; dan
(14)   Bandar Udara Ngurah Rai, Denpasar.
  1. Apabila tidak dilengkapi Surat Kesehatan Tumbuhan dari negara asal dan negara transit, sayuran umbi lapis segar akan ditahan oleh petugas karantina tumbuhan, dan diberikan waktu selama 14 (empat belas) hari kerja untuk melengkapi persyaratan tersebut. Apabila dalam waktu tersebut Surat Kesehatan Tumbuhan tidak dapat dilengkapi, maka komoditas tersebut akan ditolak, dalam bentuk tindakan pengiriman kembali ke negara asal atau ke negara lain. Apabila setelah 14 (empat belas) hari kerja sejak surat penolakan diterima pemilik, sayuran umbi lapis segar tersebut belum dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, akan dilakukan tindakan pemusnahan.
  2. Pemasukan dapat berasal dari area produksi yang bebas atau tidak bebas dari infestasi OPTK di negara asal. Terdapat 21 jenis OPTK yang harus dicegah masuknya ke Indonesia dan menjadi lampiran Peraturan Menteri Pertanian di atas, yaitu :
Serangga (Insects) :
(1)  Eumerus tuberculatus (OPTK Golongan II);
(2)  Frankliniella occidentalis (OPTK Golongan II);
(3)  Graphognathus leucoloma (OPTK Golongan II);
(4)  Delia antiqua Meign (OPTK Golongan II);
(5)  Peridroma saucia (OPTK Golongan II);
(6)  Zonocerus elegans (OPTK Golongan II);
Nematoda :
(7)  Aphelenchoides fragariae (OPTK Golongan II);
(8)  Belonolaimus longicaudatus (OPTK Golongan II);
(9)  Ditylenchus destructor (OPTK Golongan II);
(10)   Longidorus elongatus (OPTK Golongan II);
(11)   Meloidogyne exigua (OPTK Golongan II);
(12)   Pratylenchus thornei (OPTK Golongan II);
Cendawan (Fungal) :
(13)   Cercospora duddiae (OPTK Golongan II);
(14)   Heterosporium allii-cepae (OPTK Golongan I);
(15)   Pyrenochaeta terrestris (OPTK Golongan I);
(16)   Urocystis cepulae (OPTK Golongan I);
Bakteri (Bacterial) :
(17)   Erwinia carotovora subsp. atroseptica (OPTK Golongan I);
(18)   Pseudomonas syringae pv. syringae (OPTK Golongan I);
Tungau (Mites) :
(19)   Petrobia lateens (OPTK Golongan II);
(20)   Rhizoglyphus echinopus (OPTK Golongan II). 
  1. Pemasukan sayuran umbi lapis segar yang berasal dari area produksi yang bebas dari negara asal harus dinyatakan dalam kolom keterangan tambahan (additional declaration) pada Surat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman, dan telah didevitalisasi serta bebas dari partikel tanah dan/atau kompos, serta dalam kondisi tidak busuk dan/atau tidak rusak. Devitalisasi adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan tujuan agar tumbuhan atau hasil tumbuhan tidak mampu berkecambah, tumbuh atau bereproduksi. Devitalisasi dilakukan dengan cara memangkas seluruh akar dan daun pada umbi (umbi dalam kondisi protolan). Untuk pemasukan sayuran umbi la[pis segar yang tidak mengikuti ketentuan di atas, akan ditolak pemasukannya, dan harus dikirim kembali ke negara asal atau negara lain. Apabila setelah 14 (empat belas) hari kerja sejak surat penolakan diterima pemilik, sayuran umbi lapis segar tersebut belum dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, akan dilakukan tindakan pemusnahan.
  2. Pemasukan sayuran umbi lapis segar yang berasal dari area produksi yang tidak bebas dari infestasi OPTK, harus diberi perlakuan, telah didevitalisasi dan bebas dari partikel tanah dan/atau kompos, serta dalam kondisi tidak busuk dan/atau tidak rusak.  Perlakuan disesuaikan dengan jenis sayuran umbi lapis segar maupun jenis OPTK dan dinyatakan dalam kolom perlakuan pada Sertifikat Kesehatan Tumbuhan. Metode perlakuan antara lain dengan fumigasi menggunakan metil bromida (CH3Br) untuk sasaran OPTK Golongan II jenis serangga, tungau dan nematoda. Untuk bawang bombai : dosis 40 gr/m3 selama 2 jam pada suhu 26,5°C - 31,5°C, atau dosis 32 gr/m3 selama 2 jam pada suhu 32°C - 35,5°C. Untuk bawang merah : dosis 40 gr/m3 selama 2 jam pada suhu 26,5°C - 31,5°C, atau dosis 32 gr/m3 selama 2 jam pada suhu 32°C - 35,5°C. Selain metode di atas, dimungkinkan metode perlakuan lainnya sepanjang dapat mematikan OPTK, aman terhadap konsumen dan lingkungan, serta tidak merusak sayuran umbi lapis segar. Untuk pemasukan sayuran umbi lapis segar yang tidak mengikuti ketentuan di atas, akan ditolak pemasukannya, dan harus dikirim kembali ke negara asal atau negara lain. Apabila setelah 14 (empat belas) hari kerja sejak surat penolakan diterima pemilik, sayuran umbi lapis segar tersebut belum dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, akan dilakukan tindakan pemusnahan. Sedangkan apabila sayuran umbi lapis segar tidak dapat dibebaskan dari OPTK dengan perlakuan, atau mengandung OPTK Gologan I, yang tidak dapat dibebaskan dengan perlakuan, maka akan dimusnahkan.
  3. Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan perlakuan, penolakan atau pemusnahan menjadi tanggung jawab dan dibebankan kepada pemilik.
  4. Ketentuan di atas juga berlaku untuk hasil tumbuhan hidup berupa sayuran umbi lapis segar dalam bentuk bawaan penumpang dan jasa kiriman pos.

7.5. Tempat Pemasukan

Tempat-tempat pemasukan media pembawa OPTK non benih, di luar tempat-tempat pemasukan buah-buahan dan sayuran buah segar serta sayuran umbi lapis segar,  yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian adalah sebagai berikut.

Bandar Udara :
(1)  Polonia – Medan
(2)  Tabing – Padang
(3)  Hang Nadim – Batam
(4)  Sultan Mahmud Badarudin II – Palembang
(5)  Halim Perdana Kusuma – Jakarta
(6)  Soekarno Hatta – Cengkareng
(7)  Husein Sastranegara – Bandung
(8)  Adi Sumarmo – Solo
(9)  Juanda – Surabaya
(10)    Ngurah Rai – Denpasar
(11)    Selaparang – Mataram
(12)    El Tari – Kupang
(13)    Sepinggan – Balikpapan
(14)    Supadio – Pontianak
(15)    Juwata – Tarakan
(16)    Sam Ratulangi – Manado
(17)    Hasanuddin – Ujung Pandang
(18)    Patimura – Ambon
(19)    Frans Kaisiepo – Biak
(20)    Tembaga Pura – Timika
(21)    Sentani – Jayapura
(22)    Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh
(23)    Sultan Syarif Kasim II – Pekanbaru
(24)    Kijang – Tanjung Pinang

Pelabuhan Laut dan Pelabuhan Sungai
(1)  Malahayati/Krueng Raya – Banda Aceh
(2)  Sabang – Sabang
(3)  Lhok Seumawe – Lhok Seumawe
(4)  Meulaboh – Meulaboh
(5)  Sinabang – Sinabang
(6)  Tanjung Balai Asahan – Tanjung Balai Asahan
(7)  Belawan – Medan
(8)  Sibolga – Sibolga
(9)  Teluk Bayur – Padang
(10)    Dumai – Bengkalis
(11)    Pekanbaru – Pekanbaru
(12)    Tanjung Pinang – Tanjung Pinang
(13)    Batu Ampar – Batam
(14)    Sekupang – Batam
(15)    Tanjung Balai Karimun – Tanjung Balai Karimun
(16)    Lagoi – Lagoi
(17)    Panjang – Bandar Lampung
(18)    Tanjung Priok – Jakarta
(19)    Cirebon – Cirebon
(20)    Tanjung Intan – Cilacap
(21)    Tanjung Emas – Semarang
(22)    Tanjung Perak – Surabaya
(23)    Gresik – Gresik
(24)    Benoa – Denpasar
(25)    Celukan Bawang – Celukan Bawang
(26)    Padang Bai – Padang Bai
(27)    Lembar – Mataram
(28)    Badas – Sumbawa
(29)    Bima – Bima
(30)    Tenau – Kupang
(31)    Atapupu – Belu
(32)    Waingapu – Waingapu
(33)    Pontianak – Pontianak
(34)    Banjarmasin – Banjarmasin
(35)    Balikpapan – Balikpapan
(36)    Lingkas – Tarakan
(37)    Samarinda- Samarinda
(38)    Nunukan – Nunukan
(39)    Sebatik – Sebatik
(40)    Bontang – Bontang
(41)    Makassar – Makassar
(42)    Malili – Ujung pandang
(43)    Pare Pare – Pare Pare
(44)    Nusantara – Kendari
(45)    Pantoloan – Pantoloan
(46)    Ambon – Ambon
(47)    Ternate – Ternate
(48)    Tual – Maluku Utara
(49)    Jayapura – Jayapura
(50)    Sorong – Sorong
(51)    Biak – Biak
(52)    Fakfak – Fakfak
(53)    Manokwari – Manokwari
(54)    Merauke – Merauke
(55)    Teluk Kasim/Salawati – Sorong
(56)    Pangkal Balam – Pangkal Pinang
(57)    Jambi – Jambi
(58)    Pulau Bai – Bengkulu
(59)    Bitung - Bitung

Kantor Pos besar :
(1)  Banda Aceh
(2)  Medan
(3)  Padang
(4)  Palembang
(5)  Pekanbaru
(6)  Bandar Lampung
(7)  Jakarta
(8)  Bandung
(9)  Semarang
(10)    Yogyakarta
(11)    Surabaya
(12)    Denpasar
(13)    Mataram
(14)    Kupang
(15)    Pontianak
(16)    Balikpapan
(17)    Manado
(18)    Makassar
(19)    Ambon
(20)    Jayapura

Pos Perbatasan :
(1)  Entikong (Kalimantan Barat – Malaysia)
(2)  Mota’ain (Atambua – Dilli)
(3)  Metameuk (Atambua – Dilli)
(4)  Napan (Atambua – Dilli)
(5)  Skou (Irian Jaya – PNG)

Dryport
(1)  Gedebage – Bandung
(2)  Jebres – Solo

6. Ketentuan Pemasukan Tanaman Yang Dipergunakan Sebagai
    Pembungkus (Packing Materials)

  1. Yang dimaksud dengan tanaman yang dipergunakan sebagai pembungkus adalah tanaman yang terdapat bersama atau menyertai setiap barang lain, yang dipergunakan sebagai pembungkus, pengisi, pengikat, pelapis, pelindung, penutup, penahan kelembaban.
  2. Bagian tanaman yang dipergunakan sebagai pembungkus seperti tersebut di bawah ini dilarang dimasukkan ke dalam wilayah RI sepanjang masih berbentuk dan bersifat asli.
(1)  Jerami, sekam dan bagian-bagian lain dari padi-padian.
(2)   Batang, daun atau bagian-bagian lain dari jagung dan sejenisnya.
(3)  Biji kapas dan kapas berbiji limbah kapas atau kulit biji kapas atau hasil-hasil kapas jika masih terdapat biji-biji kapas.
(4)  Semua bagian dari tanaman tebu.
(5)  Daun-daun dan bagian-bagian lain dari tanaman Hevea (karet).
(6)  Daun, batang dan bagian-bagian lain dari pisang-pisangan.
(7)  Sabut, daun dan pelepah dan bagian-bagian lain dari kelapa.
  1. Semua tanaman yang dipergunakan sebagai pembungkus yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI, setibanya di tempat pemasukan harus dilaporkan kepada petugas karantina tumbuhan.
  2. Apabila di dalam pemeriksaan ditemukan bagian tanaman yang disebutkan di point b dipergunakan sebagai pembungkus, maka pembungkus tersebut harus dimusnahkan.
  3. Apabila didalam pemeriksaan ditemukan tanaman yang dipergunakan sebagai pembungkus yang tidak dilarang pemasukannya tetapi tidak bebas dari jasad pengganggu tumbuhan berbahaya, maka pembungkus tersebut diberi perlakuan atau ditolak pemasukannya atau dimusnahkan.
  4. Biaya untuk pengeluaran kembali (reekspor), perlakuan atau pemusnahan pembungkus menjadi tanggung jawab orang atau badan yang memasukkannya.

7. Ketentuan Pemasukan Media Pertumbuhan

  1. Yang dimaksud dengan media pertumbuhan adalah semua bahan yang dipakai sebagai media untuk menumbuhkan dan mengembangkan tanaman.
  2. Pemasukan media pertumbuhan tanaman berupa tanah dan kompos kecuali sphagnum dan peat ke dalam wilayah RI dilarang, terkecuali untuk keperluan penelitian dan dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pemerintah. Pengecualian diberikan oleh Menteri Pertanian.
  3. Media pertumbuhan yang dilarang dan melekat pada bibit tanaman  atau benda lain yang dimasukkan ke dalam wilayah negara RI, dibersihkan dari media pertumbuhan tersebut oleh petugas karantina tumbuhan. Untuk bibit tanaman setelah dibersihkan diberi pengganti media pertumbuhan tanaman steril yang berasal dari wilayah negara RI.
  4. Biaya pembersihan bibit tanaman, penggantian media pertumbuhan tanaman dan biaya pembersihan setiap benda dibebankan kepada orang atau badan yang memasukkan.



Comments