Bisnis Internasional Bab V : Teori Perdagangan Internasional



BAB V
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL :
KEUNGGULAN KOMPETITIF



1. Definisi Daya Saing Internasional


Terdapat berbagai definisi mengenai daya saing internasional suatu negara atau industri di suatu negara. Konsep tradisional mendasarkan daya saing internasional pada gagasan bahwa daya saing internasional tergantung pada pasokan tenaga kerja, modal dan sumber daya alam yang banyak dengan harga yang murah. Kritik terhadap pandangan ini menyatakan bahwa konsep teori  ilmu ekonomi ini secara keliru menghubungkan daya saing internasional sebuah negara dengan penganugerahan faktor produksinya. Sumber daya yang dianugerahkan hanyalah bagian dari banyak faktor penentu. Terdapat banyak negara yang memiliki sumber daya tetapi memiliki suatu perekonomian yang lemah. Dalam suatu dunia di mana bahan baku, modal dan bahkan tenaga kerja bergerak di seluruh batas wilayah nasional, kepemilikan sumber daya yang dianugerahkan saja tidak menentukan daya saing internasional.

Konsep yang lain  mengukur daya saing internasional sebuah negara dari pangsa pasar dunianya. Makin besar pangsa pasarnya makin kuat juga daya saing internasionalnya. Kritik terhadap pandangan ini mengatakan bahwa meskipun merupakan indikator yang bermanfaat, hal ini seringkali salah arah karena pangsa pasar dunia dari sebuah negara dapat meningkat terlepas dari daya saing internasionalnya. Suatu negara mungkin dengan mudah meningkatkan pangsa pasarnya dengan menurunkan harga ekspor di bawah biaya produksi, kadang-kadang melalui subsidi pemerintah, tetapi daya saing internasionalnya tidak selalu menguat.

Pandangan lain yang tersebar luas adalah membagi daya saing internasional menjadi dua golongan : daya saing harga, seperti upah nominal, tingkat kurs dan produkstivitas tenaga kerja; dan daya saing bukan harga, seperti kualitas, pemasaran, jasa dan diferensiasi pasar. Dengan tujuan untuk mengukur daya saing harga, maka indeks-indeks harga ekspor, biaya produksi, dan harga konsumen atau perdagangan besar digunakan. Harga yang meningkat terlihat melemahkan daya saing internasional sebuah negara. Kritik terhadap pandangan ini menyatakan bahwa dalam kenyataannya terdapat kasus-kasus di mana negara dengan daya saing internasional yang kuat dapat dan memang meningkatkan harga produknya. Status kualitas, daya tahan, rancangan dan kepuasan konsumen digunakan untuk mengevaluasi daya saing bukan harga, tetapi tidak ada studi empiris untuk membuktikan pengaruhnya. Faktor harga dan bukan harga bukanlah penyebabnya, tetapi merupakan hasil dari daya saing internasional sebuah negara.

Menurut para pengritiknya, pandangan tradisional hanya mencakup bagian dari banyak faktor yang menentukan tingkat daya saing internasional, atau hasil yang salah untuk penyebabnya. Menurut pandangan modern, daya saing internasional dari sebuah industri nasional dapat didefinisikan sebagai industri yang memiliki posisi pasar yang superior melalui laba yang tinggi dan pertumbuhan yang konstan pada saat dibandingkan dengan pesaingnya. Sebuah negara tidak dapat memiliki daya saing internasional sekedar karena memiliki satu atau dua industri yang berhasil.  Sebuah negara membutuhkan sumber daya saing yang dapat diterapkan pada sejumlah industri. Sebuah negara, selanjutnya, secara internasional kompetitif pada saat memiliki banyak industri dengan keunggulan kompetitif berdasarkan pada sumber daya saing domestik umum.

2. Teori Keunggulan Kompetitif Menurut Michael Porter (Model Berlian
     Daya Saing Internasional)

Teori keunggulan kompetitif dikemukakan oleh Michael Porter dalam bukunya The Competitve Advantage of Nation (1990). Menurut Porter tidak ada korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara, yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional. Banyak negara di dunia yang jumlah sumber daya alamnya sangat besar yang proporsional dengan luas negerinya, tetapi terbelakang dalam daya saing perdagangan internasional. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah daripada negara lain, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja yang keras dan berprestasi.

Porter mendefinisikan industri sebuah negara sebagai sukses secara internasional jika memiliki keunggulan kompetitif relatif terhadap para pesaing terbaik di seluruh dunia. Sebagai indikator ia memilih keberadaan ekspor yang besar dan bertahan lama dan/atau investasi asing di luar wilayah yang signifikan berdasarkan pada keterampilan dan aktiva yang diciptakan di negara asal.

Kemakmuran nasional diciptakan, bukan diwariskan. Kmakmuran negara tidak tumbuh dari sumbangan alamiah sebuah negara, kumpulan tenaga kerjanya, tingkat bunganya atau nilai kursnya, sebagaimana dikemukakan oleh ekonom klasik. Daya saing sebuah negara tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan melakukan pembaharuan. Perusahaan memperoleh keunggulan terhadap para  pesaing dunia yang terbaik, karena tekanan dan tantangan. Mereka mendapatkan manfaat dari memiliki pesaing domestik yang kuat, pemasok yang berbasis daerah asal yang agresif, dan para pelanggan lokal.

Bagaimana perusahaan berhasil dalam pasar internasional menurut Porter
a.      Di seluruh dunia, perusahaan yang telah mencapai kepemimpinan internasional menggunakan strategi yang berbeda satu sama lain dalam segala hal.
b.      Perusahaan mencapai keunggulan kompetitif melalui tindakan inovasi. Mereka mendekati inovasi dalam pemahamannya yang paling luas, termasuk teknologi baru maupun cara yang baru dalam melakukan berbagai hal. Inovasi dapat diwujudkan dalam suatu rancangan produk baru, suatu proses produksi baru, suatu cara baru dalam melaksanakan pelatihan.
c.      Beberapa inovasi menciptakan keunggulan kompetitif dengan kesempatan pasar baru secara menyeluruh atau dengan melayani suatu segmen pasar yang telah diabaikan oleh orang lain. Pada saat para pesaing lambat dalam memberikan respons, inovasi seperti ini menghasilkan keunggulan kompetitif. Dalam pasar internasional, inovasi yang menghasilkan keunggulan kompettif mengantisipasi kebutuhan domestik maupun asing.
d.      Informasi memainkan suatu peran yang besar dalam proses inovasi dan perbaikan, terutama informasi yang tidak tersedia bagi para pesaing atau yang tidak mereka cari.
e.      Dengan beberapa perkecualian, inovasi adalah hasil dari usaha yang tidak biasa. Untuk berhasil, inovasi biasanya memerlukan tekanan, kebutuhan, dan bahkan kemalangan : rasa takut akan kehilangan terbukti lebih kuat daripada harapan untuk peningkatan.
f.       Sekali sebuah perusahaan mencapai keunggulan kompetitif melalui suatu inovasi, perusahaan tersebut dapat bertahan hanya melalui perbaikan yang tanpa lelah. Hampir setiap keunggulan dapat ditiru.
g.      Akhirnya, satu-satunya cara untuk mempertahankan keunggulan kompetitif adalah dengan memperbaharuinya, untuk bergerak beralih ke tipe-tipe yang lebih canggih.

Porter menyatakan terdapat empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional, yaitu sebagai berikut.
(1)     Kondisi faktor produksi. Posisi negara dalam faktor produksi, seperti tenaga kerja terampil atau infrastruktur, perlu untuk bersaing dalam suatu industri tertentu.
(2)     Keadaan permintaan dan tuntutan mutu di dalam negeri untuk barang dan jasa industri.
(3)     Industri terkait dan industri pendukung. Keberadaan atau tidak adanya industri pemasok dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara internasional bersifat kompetitif.
(4)     Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Kondisi dalam negara yang mengatur bagaimana perusahaan diciptakan, diatur, dan dikelola, sebagaimana juga sifat dari persaingan domestik.

Selain keempat faktor tersebut, keunggulan kompetitif nasional juga masih  dipengaruhi oleh faktor kebetulan atau kesempatan untuk melakukan sesuatu (chance events), seperti penemuan produk baru, melonjaknya harga, perubahan nilai tukar, konflik keamanan antar negara dan lain-lain, dan tindakan-tindakan atau kebijakan pemerintah (government).

Pendapat dari Porter  dikenal sebagai model berlian daya saing internasional, seperti digambarkan dalam Gambar 6.1.





Gambar 6.1. Model Berlian Daya Saing Internasional


3. Teori Keunggulan Kompetitif Menurut Dong-Sung Cho (Daya Saing
     Internasional Berdasarkan Model 9 Faktor)

Dong-Sung Cho, Presiden dari The Institute of Industrial Policy Studies, Korea Selatan, dalam karyanya yang berjudul “Determinant of International Competitiveness : How Can a Developing Country Transform Itself to an Advance Economy”,  melengkapi hasil kajian Porter.

Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa  Model Berlian dari Porter kurang menerangkan mengapa beberapa jenis industri di Korea Selatan, seperti industri tekstil, baja, pembuatan kapal, mobil, semi konduktor, peralatan elektronik rumah tangga, konstruksi dan lain-lain, memiliki daya saing internasional. Dong-Sung Cho menjelaskan bahwa “kita membutuhkan model yang bisa mengatakan kepada kita semua, bukannya seberapa banyak tingkat sumber daya yang sekarang dimiliki sebuah negara, tetapi siapa yang bisa menciptakan sumber daya, dan kapan seharusnya setiap sumber daya itu diciptakan”.

 a. Model 9 Faktor

Dong-Sung Cho kemudian mengembangkan model yang dikenal sebagai Model 9 Faktor, yang merupakan pengembangan dari model Porter, yang digambarkan pada Gambar 6.2.



Gambar 6.2. Daya Saing Internasional – Model 9 Faktor


Beberapa perbedaan antara Model Berlian yang dikembangkan oleh Porter dibanding Model 9 Faktor dari Dong-Sung Cho terletak pada faktor yang ada di luar kotak berlian, yaitu keberadaan  empat faktor yang meliputi tenaga kerja (workers), birokrasi dan politisi (politicians and bureaucrats), kewirausahaan  (enterpreners), dan manajer, teknisi dan perancang profesional (profesional, managers, designers and engineers). Juga faktor akses dan kesempatan (chance events) dalam melakukan sesuatu bagi masyarakat, yang berada di luar kotak segi empat tersebut, dimana akses dan kesempatan merupakan faktor yang tidak kalah penting dalam mempertajam daya saing internasional.

Secara umum posisi faktor-faktor tersebut dapat tumbuh secara alamiah walaupun sangat tergantung kepada keadaan masing-masing negara. Biasanya negara yang masih terbelakang lebih melekat pada sumber daya alam, kemudian secara bertahap berkembang melahirkan lingkungan kegiatan bisnis. Pada tahap setengah maju munculah industri terkait dan pendukung. Sedangkan pada tahapan negara lebih maju, berkembanglah permintaan domestik. Sementara faktor manusia tergantung pada tahapan perkembangan negara. Pada negara berkembang, yang ada adalah kumpulan pekerja, kemudian tampil faktor politisi dan birokrasi, selanjutnya lahirlah wirausahawan dan kehadiran tenaga manajer, teknisi dan perancang profesional.

b. Siklus Hidup Daya Saing Nasional

Status perekonomian sebuah negara ditetntukan oleh daya saing internasionalnya dan kesembilan faktor memiliki bobot yang bervariasi sejalan dengan sebuah negara beralih dari tahapan keterbelakangan menuju tahapan sedang berkembang, selanjutnya menuju tahapan semi maju dan akhirnya menuju pada tahapan maju.

(1) Tahapan Terbelakang

Negara-negara sebelum pembangunan ekonomi hanya memiliki sumber daya yang dinaugerahkan dan tenaga kerja yang terbatas, dan mereka cenderung kekurangan know-how manajemen dan teknologi yang dapat menempatkan aktiva ini ke dalam proses produksi yang dapat menimbulkan nilai tambah.

(2) Tahapan Sedang Berkembang

Para politisi mulai mengisi ambisi politis melalui kebijakan pertumbuhan dan pembangunan. Dalam proses tersebut, mereka memobilisasi para birokrat untuk melaksanakan kebijakan industri, dan meningkatkan lingkungan bisnis melalui penciptaan pasar keuangan dan infrastruktur sosial. Kadang-kadang sumber daya dan angkatan kerja yang tersedia disalurkan ke dalam lembaga yang dijalankan oleh pemerintah, dan sebuah negara memiliki kesempatan pertamanya untuk memperkuat daya saing internasionalnya.

(3) Tahap Semi Maju

Bersamaan dengan pembangunan perekonomian melewati periode awal, sistem kapitalis mungkin memperbolehkan para wirausahawan untuk melakukan investasi besar terlepas dari risiko tinggi yang terkait, dan mereka mulai mengurangi ketergantungan mereka pada pemerintah. Para usahawan dipersiapkan untuk menyelidiki dan mencoba untuk mencapai skala ekonomis.

(4) Tahap Maju

Menyusul inovasi proses manufaktur, produk dan organisasi bisnis dalam tahap semi maju, hubungan industri terkait dan pendukung secara horisontal dan secara vertikal ditingkatkan lebih lanjut. Barang dan jasa dari industri dapat memasuki pasar internasional kompetitif dalam syarat yang sama dengan negara maju. Proses manufaktur menjadi lebih berpengalaman, kualitas produk membaik dan suatu pembangunan yang seimbang antara hulu dan hilir dicapai.

c. Siklus Hidup Daya Saing Industrial

Industri bergerak dari tahap awal menuju tahap pertumbuhan, menuju tahap kedewasaan, dan akhirnya pada tahap penurunan. Faktor fisik dan faktor manusia dari daya saing internasional memiliki pengaruh yang bervariasi bersamaan dengan setiap industri melewati dan melalui fase yang berbeda.

(1) Tahap Awal

Pada umumnya, sebuah industri berada pada tahap awal jika sumber persaingannya terbatas pada sumber daya yang dianugerahkan, seperti sumber daya mineral yang berlebihan, dan lahan yang luas dan subur.

(2) Tahap Pertumbuhan

Untuk beralih dari tahap awal menuju suatu tahap pertumbuhan, industri memerlukan politisi dan birokrat yang bersedia mendukung bisnis secara sistematis. Politisi dan birokrat menciptakan suatu lingkungan bisnis yang mendukung investasi aktif, menyeleksi industri tertentu untuk kemajuan, memberikan dukungan administratif dan keuangan, kredit pajak, asuransi dan pelayanan informasi dan jaminan pembayaran kepada para wirausahawan terpilih.

(3) Tahap Kedewasaan

Inovasi muncul dalam proses manufaktur, pengembangan produk, dan organisasi bisnis. Hubungan di antara industri yang terkait secara horisontal dan vertikal menjadi lebih kuat pada tahap ini, dan berkembangnya bisnis yang mengejar suatu pembangunan yang seimbang baik dalam bidang hulu maupun hilir tetap kompetitif dalam pasar internasional.

(4) Tahap Penurunan

Industri yang melewati tahap kedewasaan dan gagal mempertahankan inovasi secara alamiah akan memasuki tahap penurunan. Pasar menjadi jenuh pada titik ini dan pengharapan konsumen untuk kualitas produk yang tinggi. Biaya produksi meningkat jika bisnis mencoba untuk memenuhi permintaan konsumen  yang berpengalaman, mengakibatkan suatu penurunan yang cepat dalam daya saing internasionalnya.









Comments