PERSYARATAN KARANTINA UNTUK PENGELUARAN/EKSPOR 
MEDIA PEMBAWA ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA (OPTK)


  
Dalam Bab ini akan dibahas persyaratan umum terkait tindakan karantina untuk media pembawa OPTK yang akan dikeluarkan atau diekspor dari wilayah negara RI, termasuk persyaratan tambahan yang harus dipenuhi apabila ada permintaan dari negara tujuan, tempat-tempat pengeluaran yang ditetapkan, dan prosedur untuk memperoleh izin pengeluaran benih tanaman dari Menteri Pertanian. Disamping itu akan diuraikan pula ketentuan terkait pengeluaran benih dan/atau bibit tanaman hutan, dan prosedur perizinan tentang peredaran tumbuhan liar ke luar negeri.

1. Ketentuan Umum

Tindakan karantina tumbuhan terhadap media pembawa OPTK untuk ekspor didasarkan pada permintaan negara tujuan ekspor. Artinya, jika tidak ada permintaan dari negara tujuan untuk dilakukan tindakan karantina tumbuhan di Indonesia, maka tidak perlu dilaporkan kepada petugas karantina tumbuhan di Indonesia untuk dilakukan tindakan karantina tumbuhan. Walaupun demikian, saat ini sebagian besar negara tujuan ekspor mempersyaratkan media pembawa OPTK tersebut disertai Surat Kesehatan Tumbuhan (Phytosanitary Certificate) sebagai jaminan telah bebasnya komoditas  tersebut dari infeksi, infestasi atau kontaminasi OPT penting. Disamping itu, sesuai permintaan negara tujuan terdapat persyaratan tambahan yang harus dipenuhi, dan khusus untuk pengeluaran atau ekspor  benih tumbuhan diharuskan mendapat izin dari Menteri Pertanian.

Pelaksanaan sertifikasi adalah sebagai berikut.
  1. Surat Kesehatan Tumbuhan untuk media pembawa OPTK yang akan diekspor diterbitkan oleh unit pelaksana teknis (UPT) Badan Karantina Pertanian yang berada di tempat-tempat pengeluaran  yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
  2. Penerbitan Surat Kesehatan Tumbuhan hanya didasarkan ketentuan atau permintaan negara tujuan ekspor, dengan memperhatikan ketentuan karantina di negara tujuan tersebut.
  3. Surat Kesehatan Tumbuhan yang berlaku adalah yang sesuai dengan model dan format yang telah ditentukan oleh IPPC (International Plant Protection Convention), dan diterbitkan oleh UPT Badan Karantina Pertanian di tempat pengeluaran.
  4. Apabila ada permintaan khusus dari negara tujuan ekspor yang harus dicantumkan dalam additional declaration pada Surat Kesehatan Tumbuhan tersebut, dapat dilakukan berdasar fakta yang ada pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina tumbuhan.
  5. Petugas karantina tumbuhan dapat menolak penerbitan Surat Kesehatan Tumbuhan karena beberapa hal, antara lain karena :
(1)    Media pembawa OPTK yang dimintakan Surat Kesehatan Tumbuhan termasuk komoditas yang dilarang dimasukkan ke negara tujuan ekspor menurut ketentuan peraturan  di negara tujuan ekspor;
(2)    pemilik belum dapat memenuhi ketentuan lain yang dikenakan terhadap komoditas tumbuhan tersebut, misalnya sertifikat CITES, izin Menteri Pertanian untuk pengeluaran benih tumbuhan dan lain-lain;
(3)    setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas karantina, diketahui bahwa media pembawa OPTK tersebut mengandung OPT penting dan tidak dapat dihilangkan dengan pemberian perlakuan tertentu; dan
(4)    media pembawa OPTK telah dikirim dan berada di negara tujuan ekspor atau telah dikapalkan, sehingga pemeriksaan kesehatan dan tindakan karantina lainnya yang diperlukan tidak mungkin dilakukan.
  1. Untuk media pembawa OPTK yang ditanam, diproduksi dan berasal dari negara lain, dan telah dimasukkan ke Indonesia dan kemudian akan diekspor ke negara tujuan lain, serta dimintakan Surat Kesehatan Tumbuhannya, dapat diterbitkan Surat Kesehatan Tumbuhan Untuk reekspor (Phytocanitary Certificate for Re-Export).
  2. Perlakuan terhadap media pembawa OPTK yang akan diekspor mungkin diperlukan karena adanya permintaan dari negara tujuan atau adanya OPT yang mencemari komoditas tersebut. Perlakuan, seperti fumigasi, dapat dilakukan oleh petugas karantina tumbuhan atau perusahaan swasta di bawah pengawasan petugas karantina tumbuhan, dengan mengacu pada standar perlakuan yang ditetapkan Badan Karantina Pertanian.

2. Persyaratan Tambahan
         
  1. Persyaratan tambahan  dikenakan apabila dalam suatu keadaan yang ditetapkan berdasarkan hasil AROPT dinilai memiliki potensi yang besar untuk mengakibatkan terjadinya penyebaran OPT.
  2. Persyaratan tambahan terdiri  dari persyaratan teknis, atau persyaratan kelengkapan dokumen.
  3. Persyaratan teknis antara lain meliputi :
(1)    media pembawa OPTK harus berasal dari area asal di dalam wilayah negara RI yang bebas dari infestasi OPT tertentu, yang dinyatakan dalam kolom keterangan tambahan (additional declaration) pada Sertifikat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman; dan
(2)    media pembawa OPTK yang berasal dari area produksi di dalam wilayah negara RI yang tidak bebas dari infestasi OPT tertentu, harus diberi perlakuan tertentu sebelum dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI, yang dinyatakan dalam kolom perlakuan (treatment) pada Sertifikat Kesehatan Tumbuhan yang menyertai kiriman.
  1. Persyaratan kelengkapan dokumen antara lain berupa :
(a)  Surat izin Pengeluaran Benih Tumbuhan;
(b)  Sertifikat Perlakuan yang menyertai Surat Kesehatan Tumbuhan dari instansi berwenang di dalam wilayah negara RI; dan
(c)  surat keterangan negara asal.
  1. Berdasarkan hasil analisis risiko OPT, dilaksanakan manajemen risiko untuk mencegah keluarnya OPT tertentu dari dalam wilayah negara RI.
  2. Untuk memastikan media pembawa yang akan dikeluarkan dari dalam wilayah negara RI bebas dari OPT tertentu, dapat dilakukan verifikasi dan atau tindakan karantina tumbuhan di area asal. Pelaksanaan verifikasi dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian cq. Pusat Karantina Tumbuhan, dan dapat melibatkan para ahli dan atau instansi terkait.

3. Tempat-Tempat Pengeluaran/Ekspor Media Pembawa OPTK

Tempat-tempat pengeluaran (ekspor) media pembawa OPTK dari dalam wilayah RI yang ditetapkan Menteri Pertanian adalah seperti diuraikan di bawah ini.

Bandar Udara :
(1)  Sultan Iskandar Muda – Banda Aceh.
(2)  Polonia – Medan
(3)  Tabing – Padang
(4)  Sultan Syarif Kasim II - Pakanbaru
(5)  Hang Nadim – Batam
(6)  Sultan Mahmud Badarudin II – Palembang
(7)  Halim Perdana Kusuma – Jakarta
(8)  Soekarno Hatta – Cengkareng
(9)  Husein Sastranegara – Bandung
(10)    Adi Sumarmo – Solo
(11)    Adi Suicipto - Yogyakarta
(12)    Juanda – Surabaya
(13)    Ngurah Rai – Denpasar
(14)    Selaparang – Mataram
(15)    El Tari – Kupang
(16)    Sepinggan – Balikpapan
(17)    Supadio – Pontianak
(18)    Juwata – Tarakan
(19)    Sam Ratulangi – Manado
(20)    Hasanuddin – Makasar
(21)    Patimura – Ambon
(22)    Frans Kaisiepo – Biak
(23)    Tembaga Pura – Timika
(24)    Sentani – Jayapura
(25)    Kijang – Tanjung Pinang

Pelabuhan Laut dan Pelabuhan Sungai
(1)  Malahayati/Krueng Raya – Banda Aceh
(2)  Sabang – Sabang
(3)  Lhok Seumawe – Lhok Seumawe
(4)  Kuala Langsa – Kuala Langsa
(5)  Meulaboh – Meulaboh
(6)  Belawan – Medan
(7)  Gunung Sitoli - Nias
(8)  Tanjung Balai Asahan – Tanjung Balai Asahan
(9)  Kuala Tanjung – Kuala Tanjung
(10)    Sibolga – Sibolga
(11)    Teluk Bayur – Padang
(12)    Jambi - Jambi
(13)    Dumai – Dumai
(14)    Pekanbaru – Pekanbaru
(15)    Tanjung Pinang – Tanjung Pinang
(16)    Batu Ampar – Batam
(17)    Sekupang – Batam
(18)    Bagan Siapi-api – Bagan Siapi-api
(19)    Tanjung Balai Karimun – Tanjung Balai Karimun
(20)    Dabo Singkep – Dabo Singkep
(21)    Siak Sri Indarpura – Siak Sri Indrapura
(22)    Kuala Enok – Kuala Enok
(23)    Sambu Belakang Padang – Sambu Belakang Padang
(24)    Tanjung Uban – Tanjung Uban
(25)    Lagoi – Lagoi
(26)    Boom Baru – Palembang
(27)    Pangkal Balam – Pangkal Pinang
(28)    Muntok – Bangka
(29)    Tanjung Pandan – Tanjung Pandan
(30)    Pulau Baai - Bengkulu
(31)    Panjang – Bandar Lampung
(32)    Tanjung Priok – Jakarta
(33)    Cirebon – Cirebon
(34)    Tanjung Intan – Cilacap
(35)    Tanjung Emas – Semarang
(36)    Tegal - Tegal
(37)    Tanjung Perak – Surabaya
(38)    Gresik – Gresik
(39)    Benoa – Denpasar
(40)    Celukan Bawang – Celukan Bawang
(41)    Lembar – Mataram
(42)    Badas – Sumbawa
(43)    Bima – Bima
(44)    Tenau – Kupang
(45)    Atapupu – Belu
(46)    Ende/Ipi – Ende
(47)    Kalabahi – Alor
(48)    Kendidi/Reo – Manggarai
(49)    Maumere - Maumere
(50)    Waingapu – Waingapu
(51)    Pontianak – Pontianak
(52)    Sintete – Sintete
(53)    Ketapang - Ketapang
(54)    Banjarmasin – Banjarmasin
(55)    Sampit - Sampit
(56)    Balikpapan – Balikpapan
(57)    Lingkas – Tarakan
(58)    Samarinda- Samarinda
(59)    Nunukan – Nunukan
(60)    Bontang – Bontang
(61)    Tanjung Bara Sangata – Tanjung Bara Sangata
(62)    Makassar – Makassar
(63)    Malili – Ujung pandang
(64)    Pare Pare – Pare Pare
(65)    Pomalaa - Pomalaa
(66)    Nusantara – Kendari
(67)    Pantoloan – Pantoloan
(68)    Bitung - Bitung
(69)    Ambon – Ambon
(70)    Ternate – Ternate
(71)    Tual – Maluku Utara
(72)    Jayapura – Jayapura
(73)    Sorong – Sorong
(74)    Biak – Biak
(75)    Fakfak – Fakfak
(76)    Manokwari – Manokwari
(77)    Merauke – Merauke
(78)    Amamapare - Amamapare
(79)    Teluk Kasim/Salawati – Sorong

Kantor Pos besar :
(1)  Banda Aceh
(2)  Medan
(3)  Padang
(4)  Palembang
(5)  Pekanbaru
(6)  Bengkulu
(7)  Bandar Lampung
(8)  Jakarta
(9)  Bandung
(10)    Semarang
(11)    Yogyakarta
(12)    Surabaya
(13)    Denpasar
(14)    Mataram
(15)    Kupang
(16)    Pontianak
(17)    Palangkaraya
(18)    Banjarmasin
(19)    Samarinda
(20)    Balikpapan
(21)    Manado
(22)    Palu
(23)    Kendari
(24)    Makassar
(25)    Ambon
(26)    Jayapura

Pos Perbatasan :
(1)  Entikong (Kalimantan Barat – Malaysia)
(2)  Mota’ain (Atambua – Dilli)
(3)  Metameuk (Atambua – Dilli)
(4)  Napan (Atambua – Dilli)
(5)  Skou (Irian Jaya – PNG)

4. Persyaratan dan Prosedur Untuk Mendapatkan Surat Izin Menteri Pertanian Untuk 
    Pengeluaran Benih Tanaman

4.1. Persyaratan Untuk Mendapatkan Surat Izin Menteri Pertanian

a.     Pengeluaran benih dapat dilakukan oleh perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang penelitian dan pengembangan, agribisnis dan/atau pemerhati tanaman.
b.     Pengeluaran benih dapat dilakukan untuk penelitian atau bukan untuk penelitian.
c.     Pengeluaran benih dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Menteri Pertanian. Pemberian izin pengeluaran benih untuk penelitian, kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, dan  untuk keperluan bukan penelitian dilimpahkan kepada Direktur Jenderal terkait.
d.     Izin pengeluaran benih untuk penelitian dapat dilakukan dengan persyaratan :
(1)  jumlahnya terbatas sesuai dengan kebutuhan;
(2)  menyertakan kesepakatan kerjasama penelitian;
(3)  untuk benih tanaman langka disertakan nota kesepakatan transfer materi (MTA) dan PADIA (Prior Informed Consent);
(4)  memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan.
Selain memenuhi persyaratan tersebut di atas, juga harus terjamin kelestarian sumber daya genetik dan dapat menjaga keamanan hayati.
e.     Pengeluaran benih bukan untuk penelitian dapat dilakukan dengan persyaratan :
(1)  Kebutuhan benih di dalam negeri telah tercukupi;
(2)  Produksi benih khusus diperuntukkan bagi keperluan ekspor;
(3)  Terjamin kelestarian sumber daya genetika dan dapat menjaga keamanan hayati; dan
(4)  Mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan.
f.      Pengeluaran benih untuk jenis tanaman tertentu, yang jenisnya ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal bersangkutan, harus berupa hibrida.

 4.2. Tata Cara Permohonan Surat Izin Menteri Pertanian
 
  1. Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah untuk memperoleh izin mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Pusat Perizinan dan Investasi (PPI).
  2. Kepala PPI setelah menerima permohonan, paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja telah selesai memeriksa dokumen permohonan, dan apabila telah lengkap dan memenuhi persyaratan, dimohonkan izin kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan setelah menerima permohonan dari Kepala PPI, dalam  waktu paling lambat 7 (tujuh)  hari kerja harus sudah memberikan  jawaban diterima, ditunda atau ditolak. Apabila dalam waktu 10 (hari) kerja belum memberikan jawaban menerima, menunda tau menolak, maka permohonan dianggap diterima dan diterbitkan izin pemasukan benih dalam bentuk Keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan. Izin pemasukan tersebut disampaikan kepada Kepala PPI, yang selanjutnya diserahkan kepada pemohon.
  3. Permohonan yang ditunda, yang belum lengkap atau masih ada kekurangan persyaratan akan diberitahukan kepada pemohon melalui Kepala PPI secara tertulis yang disertai penjelasan penundaan. Pemohon dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pemberitahuan harus melengkapi persyaratan. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima pemberitahuan pemohon belum dapat melengkapi persyaratan, permohonan dianggap ditarik kembali.
  4. Permohonan ditolak apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, atau tidak benar atau karena adanya alasan teknis, akan diberitahukan kepada pemohon melalui Kepala PPI secara tertulis.
  5. Izin pengeluaran benih berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. Dalam jangka waktu tersebut, jenis dan jumlah benih yang tercantum dalam Keputusan izin pengeluaran harus sudah selesai dikeluarkan dari wilayah Negara RI.
  6. Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih wajib menyerahkan Keputusan izin pengeluaran benih kepada petugas karantina tumbuhan di tempat pengeluaran.

4.3. Kewajiban Pemohon dan Pencabutan Izin

a.     Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih atau materi induk paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak pengeluaran benih wajib melaporkan realisasi pengeluaran benih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala PPI.
b.     Izin pengeluaran benih dicabut apabila :
                                (1)     pemegang izin tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam keputusan izin;
                                (2)     tidak mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan;
                                (3)     memindahkan izin kepada pihak lain;
                                (4)     menimbulkan gangguan dan ketertiban umum;
                                (5)     jangka waktu izin telah habis; atau
                                (6)     diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal.
Pencabutan izin karena alasan (a), (b) dan (d) dilakukan setelah kepada perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah diberi peringatan secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali dalam selang waktu 1 (satu) minggu dan tidak mengindahkan peringatan. Pencabutan izin karena alasan (c), (e) dan (f) dilakukan oleh Kepala badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan dalam bentuk keputusan.
c.     Perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih berkewajiban :
                                (1)     memiliki catatan/data benih yang dikeluarkan serta menyimpannya selama 1 (satu) tahun;
                                (2)     melaporkan realisasi jumlah benih yang dikeluarkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atau Direktur Jenderal yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala PPI.
d.     Untuk jenis tanaman langka, yang jenisnya ditetapkan dengan keputusan tersendiri, harus pula disertai rekomendasi dari Komisi Plasma Nutfah.

5. Pengeluaran Benih dan/atau Bibit Tanaman Hutan

  1. Pengeluaran benih dan/atau bibit tanaman hutan ke luar wilayah Negara RI adalah :
(1)    untuk benih dan/atau bibit berasal dari sumber benih yang telah disertifikasi dan hutan tanaman sudah dikembangkan di Indonesia;
(2)    bukan untuk benih dan/atau bibit dengan kualitas terbaik; dan
(3)    tidak untuk tanaman yang tergolong langka atau hampir punah serta dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
  1. Pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS) dilengkapi dengan :
(1)    salinan surat pesanan negara pemohon;
(2)    Surat Kesehatan Tumbuhan (phytosanitary certificate) dari Badan Karantina Pertanian,
(3)    sertifikat asal-usul (certificate of origin) dari Direktur Jenderal RLPS; dan
(4)    sertifikat mutu benih dan/atau bibit (certificate of quality) dari Balai dan/atau Lembaga Sertifikasi,  apabila diminta negara pemohon.
  1. Direktur Jenderal RLPS paling lambat 15 (limabelas) hari kerja setelah permohonan diterima memberikan jawaban menerima atau menolak.
  2. Bila permohonan ditolak karena persyaratan tidak lengkap, pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi berkas dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat pemberitahuan.
  3. Setelah jangka waktu 5 (lima) hari kerja pemohon tidak dapat melengkapi persyaratan, Direktur Jenderal RLPS menolak permohonan.
  4. Direktur Jenderal RLPS menerbitkan izin pengeluaran benih dan/atau bibit tanaman hutan.
  5. Izin pengeluaran diberikan untuk setiap kali pengeluaran dengan jangka waktu berlakunya izin 6 bulan.
  6. Pengada dan pengedar benih dan/atau bibit yang mengeluarkan berkewajiban :
(1)    melaporkan jumlah benih dan/atau bibit untuk setiap kali pengeluaran kepada Direktur Jenderal RLPS dengan tembusan kepada Kepala Balai yang bertanggung jawab atas perbenihan tanaman hutan;
(2)    menerima kedatangan pengawasan benih dan/atau bibit atau petugas perbenihan lainnya dan memberikan keterangan yang diperlukan; dan
(3)    bertanggung jawab atas kebenaran mutu benih dan/atau bibitnya.
  1. Izin pengeluaran benih dan/atau bibit tanaman hutan dapat dicabut karena alasan sebagai berikut :
(1)    pemegang izin tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam izin;
(2)    tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang karantina tumbuhan;
(3)    melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan ketertiban umum; dan
(4)    memindah tangankan izin kepada pihak lain.

6. Prosedur Perizinan Tentang Peredaran Tumbuhan Liar Ke Luar Negeri

6.1.         Prosedur Dan Persyaratan Permohonan Izin Pengedar Tumbuhan Liar Ke Luar Negeri

    1. Permohonan disampaikan kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan, dengan tembusan kepada Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. Permohonan dilengkapi :
(1)  Rekomendasi kepala BKSDA setempat.
(2)  Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Persiapan Teknis oleh BKSDA setempat.
(3)  Copy Akte Notaris Pendirian Badan Usaha.
(4)  Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Berdasarkan Undang-Undang Gangguan.
(5)  Copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
(6)  Tanda Daftar Perusahaan/Perorangan.
(7)  Proposal Perusahaan (untuk permohonan izin baru atau Rencana Kerja Tahunan untuk permohonan perpanjangan izin).
    1. Izin pengedar tumbuhan luar negeri hanya dapat diberikan untuk :
(1)  Spesimen dari jenis tumbuhan liar yang tidak dilindungi undang-undang yang diambil dari habitat alam dan terdaftar dalam kuota serta dari hasil penangkaran termasuk hasil pengembangan populasi berbasis alam.
(2)  Spesimen dari jenis tumbuhan liar dilindungi, hasil penangkaran.

6.2.    Prosedur Dan Persyaratan Permohonan Penerbitan Surat Angkut Tumbuhan Liar Ke Luar Negeri (SATL-LN)

    1. Permohonan penerbitan SATL-LN disampaikan kepada Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Departemen Kehutanan.
    2. Untuk permohonan penerbitan SATL-LN baru, melampirkan persyaratan yang terdiri dari :
                                               (1)     Formulir permohonan ekspor (Form C).
                                               (2)     Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari BKSDA setempat.
                                               (3)     Asal usul spesimen (dapat berupa SATL-Dalam Negeri, CITES permit impor).
                                               (4)     Rekomendasi Asosiasi tumbuhan liar terkait dengan kuota.
                                               (5)     Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA tentang Pemberian Izin Pengedar tumbuhan liar ke luar negeri yang masih berlaku.
    1. Untuk permohonan penerbitan SATL-LN Perpanjangan atau perubahan alamat tujuan, melampirkan persyaratan yang terdiri dari :
                                               (1)     Permohonan untuk memperpanjang izin atau merubah alamat tujuan.
                                               (2)     SATL-LN yang akan diperpanjang atau dirubah alamat.









Comments