Bisnis Internasional Bab VIII : Kerjasama Perdagangan Internasional



BAB VIII
KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL



1. Kerjasama Multilateral : WTO

1.1. Dari GATT ke WTO : Sejarah Singkat

Pembentukan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dilatarbelakangi  adanya keinginan sejumlah negara untuk bangkit memperbaiki kehancuran ekonomi akibat Perang Dunia II serta mengakhiri pengaruh sistem proteksionisme yang berkembang sejak tahun 1930. GATT yang dibentuk melalui serangkaian negoisasi pada awalnya dimaksudkan dalam rangka pembentukan organisasi perdagangan internasional ITO (International Trade Organization). Namun walaupun perundingan di Havana, Kuba, pada tahun 1948 telah berhasil merumuskan piagam pendirian ITO (Havana Charter), pendirian ITO gagal terbentuk karena adanya penolakan dari Kongres AS untuk meratifikasi piagam Havana tersebut. Meskipun ITO gagal terbentuk, GATT telah berhasil dirumuskan pada tahun 1947 sebagai interim agreement.

Tahun-tahun pertama eksistensi GATT diwarnai dengan penambahan negoisasi-negoisasi, diikuti dengan perubahan atau modifikasi perjanjian pada tahun 1950-an. Mulai tahun 1950-an diselenggarakan serangkaian putaran perundingan perdagangan multilateral (multilateral trade negotiations - MTNs) yang secara bertahap memperluas cakupan GATT dalam kebijakan non-tarif yang lebih besar. Delapan putaran MTN telah dilakukan dalam kerangka GATT yaitu Putaran Jenewa (1947), Putaran Annecy (1949), Putaran Torquay (1951), Putaran Jenewa (1956), Putaran Dillon (1960-1961), Putaran Kennedy (1964-1967), Putaran Tokyo (1973-1979) dan terakhir putaran Uruguay (1986-1994) yang membawa pada pembentukan WTO (World Trade Organization). Putaran Uruguay diakhiri dengan ditandatanganinya GATT pada tanggal 15 April 1994 di Marrakesh, Maroko, oleh 124 negara.

1.2. Hasil Putaran Uruguay

Teks yang disetujui di Marrakesh berjumlah 424 halaman, ditulis dalam bahasa hukum yang pengertiannya sangat spesifik, dan secara yuridis mengikat. Perjanjian tersebut mencakup :
(1)  Satu teks perjanjian untuk mendirikan WTO (World Trade Organization).
(2)  21 teks mengenai kesepakatan multilateral di bidang perdagangan barang (multilateral agreements on trade on goods), yang di antaranya adalah :
·       Agreement on Agriculture;
·       Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures;
·       Agreement on Textiles and Clothing;
·       Agreement on Technical Barrier to Trade;
·       Agreement on Trade-Related Investment Measures;
·       Agreement on Preshipment Inspection;
·       Agreement on Rules of Origin;
·       Agreement on Import Licensing Procedures;
·       Agreement on Subsidies and Countervailing Measures; dan
·       Agreement on Safeguard.
(3)  Perjanjian di bidang jasa-jasa (General Agreement on Trade in Services).
(4)  Perjanjian atas hak atas kekayaan intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Property Rights).
(5)  Perjanjian perbaikan sistem penyelesaian sengketa (Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes).
(6)  Perjanjian guna melembagakan proses untuk menilai kebijakan masing-masing negara anggota (Trade Policy Review Mechanism).
(7)  Empat perjanjian plurilateral (Plurilateral Trade Agreements) mengenai perdagangan pesawat terbang sipil, pembelian atau pembelanjaan negara, perdagangan hasil ternak atau dairy products, dan perdagangan daging sapi yang hanya berlaku bagi negara yang berminat turut serta.
(8)  28 keputusan atau deklarasi Menteri.
(9)  Satu dokumen yang mencakup kesepahaman (understanding) mengenai komitmen di bidang jasa finansial.  

1.3. WTO Sebagai Forum Perdagangan Multilateral

WTO yang didirikan pada 1 Januari 2005 memegang peranan penting dalam mengatur sistem perdagangan multilateral yang melibatkan banyak negara. Sistem tersebut merupakan pengembangan dari kesepakatan-kesepakatan perjanjian perdagangan multilateral di bawah kerangka GATT.

GATT telah berhasil merumuskan serangkaian aturan perjanjian perdagangan multilateral. Pengurangan tarif merupakan fokus pembahasan yang mengemuka di tahun-tahun awal perundingan (1947-1961), diikuti dengan pembahasan persetujuan anti dumping (Anti Dumping Agreement) pada tahun berikutnya (1964-1967). Upaya terbesar pertama yang dilakukan adalah menanggulangi hambatan  perdagangan (non tariffs barrier) dan perbaikan sistem perdagangan dilakukan pada perundingan di Tokyo (Tokyo Round) dari tahun 1973-1979. Sementara itu, putaran Uruguay tahun 1986-1994 membawa perubahan yang signifikan dan memberikan hasil yang nyata bagi sistem perdagangan dunia.

Pembentukan WTO memegang peranan penting dalam mendorong liberalisasi perdagangan dunia yang dilakukan dengan cara meminimalkan hambatan-hambatan perdagangan (trade barriers). Pengurangan hambatan perdagangan diharapkan dapat menciptakan keseimbangan baru perdagangan dunia. Dalam kaitan ini serangkaian negoisasi yang yang diagendakan dalam Uruguay Round telah dilakukan dalam kerangka WTO, yang membuahkan hasil antara lain sebagai berikut.
  1. Pada tahun 1997, sebanyak 69 negara anggota mencapai kesepakatan dalam liberalisasi sektor jasa telekomunikasi, 40 negara anggota berhasil mengakhiri negoisasi tarif perdagangan bebas untuk produk informasi teknologi, dan 70 negara anggota mencapai kesepakatan untuk meliberalisasikan sektor jasa keuangan menyangkut perdagangan dalam perbankan, asuransi pasar modal dan informasi keuangan.
  2. Pada tahun 2000, dilakukan serangkaian pembahasan intensif mengenai negoisasi sektor pertanian dan jasa. Pembahasan tersebut disatukan ke dalam perluasan program kerja Doha Development Agenda yang diluncurkan pada sidang tingkat menteri WTO ke IV di Doha, Qatar, pada Nopember 2001.

1.4. Tujuan dan Fungsi WTO

Tujuan pendirian WTO ditegaskan dalam undang-undang pendirian WTO, yaitu mendorong arus perdagangan antar negara melalui pengurangan tarif dan hambatan dalam perdagangan serta membatasi perlakuan diskriminasi dalam hubungan perdagangan internasional.

Selanjutnya, tujuan pembentukan WTO tersebut direfleksikan ke dalam lima fungsi WTO, yaitu :
(1)  WTO berfungsi sebagai lembaga yang memberikan fasilitasi implementasi, administrasi dan pelaksanaan dari perjanjian WTO serta memberikan kerangka kerja untuk implementasi, administrasi dan pelaksanaan dari perjanjian plurilateral.
(2)  WTO berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan forum untuk melakukan perundingan di antara anggotanya terkait dengan isu yang diatur dalam perjanjian WTO termasuk menyediakan forum dan kerangka kerja untuk implementasi hasil-hasil perundingan yang telah dicapai.
(3)  WTO bertindak selaku administrator dari aturan penyelesaian sengketa (Dispute Settlement Understanding). Dalam pelaksanaannya penyelesaian sengketa  menjadi tanggung jawab Dispute Settlement Body.
(4)  WTO berfungsi selaku administrator mekanisme pengujian kebijakan perdagangan yang secara reguler melakukan peninjauan terhadap ketentuan perdagangan dari masing-masing negara anggota.
(5)  WTO bekerja sama dengan organisasi-organisasi internasional, seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia (World Bank). Dengan kerja sama tersebut diharapkan akan dapat tercapai sinkronisasi dan konsistensi dalam pembuatan kebijakan ekonomi global.

1.6.  Prinsip Perjanjian Yang Diatur Dalam WTO

(1)  The Most Favoured Nation (MFN)
MFN adalah prinsip yang memberikan perlakuan yang sama kepada setiap negara anggota WTO atau penduduknya dalam pemberian fasilitas perdagangan. Dalam hal ini, jika suatu negara A memberikan fasilitas kepada negara B atas impor barang dari B, misalnya kelonggaran tarif atau kuota, maka negara A mempunyai kewajiban memberikan perlakuan yang sama kepada negara C atau negara lain.

(2)  Tariffs Binding (Pengikatan Tarif)
Pengenaan tarif terhadap barang impor tidak secara khusus dilarang oleh GATT. Dalam pembukaan GATT maupun Artikel XXVIII memberikan kesempatan untuk melakukan penurunan tarif dan masing-masing negara mengikatkan diri untuk memberikan konsesi tarif berdasarkan negoisasi tarif secara multilateral. Apabila berdasarkan hasil negoisasi tersebut telah dilakukan konsesi tertentu atas tarif impor maka tarif produk yang telah menjadi komitmen suatu negara anggota tidak boleh melebihi level tarif yang telah menjadi komitmennya. Dalam hal negara importir mengenakan tarif lebih besar dari level tarif yang menjadi komitmennya, maka partner dagang yang melakukan kespor ke negara tersebut berhak memperoleh kompensasi. Apabila kompensasi tidak diperoleh maka negara anggota yang dirugikan dapat melakukan pembalasan (retaliasi) dengan menaikkan tarif atas barang-barang tertentu yang menjadi kepentingan eksportir.

(3)  The National Treatment Obligations
Sebagaimana diatur dalam GATT Artikel III, prinsip ini melarang negara anggota mengenakan diskriminasi tarif pajak di dalam negeri atau dengan kebijakan lain yang menyebabkan manfaat yang diperoleh melalui penurunan tarif menjadi tidak berarti. Dengan prinsip ini maka produk-produk impor dan produk lokal yang sejenis, setidaknya setelah produk impor masuk ke pasar domestik, harus diperlakukan sama.

(4)  The Elimination of Quantitative Restriction (Penghapusan Kuota)
Pertimbangan pengaturan prinsip yang diatur dalam Artikel XI ini dimaksudkan untuk mencegah kurangnya transparansi dalam pengaturan bea masuk dan distorsi harga yang disebabkan tidak berlakunya hukum penawaran dan permintaan. Hambatan kuota sebagaimana dimaksud dalam Artikel XI termasuk pula persyaratan izin impor dan ekspor serta kebijakan lain atas impor barang yang akan masuk ke dalam maupun ke luar wilayah negara anggota. Terdapa pengecualian atas prinsip tersebut yakni apabila penerapan kuota tersebut dimaksudkan dalam rangka program stabilisasi pasar terkait produk pertanian, permasalahan neraca pembayaran dan alokasi kuota.

(5)  Transparency (Transparansi)
Sistem perdagangan multilateral dapat berfungsi dengan baik apabila didukung antara lain oleh tranparansi atas hukum, ketentuan, keputusan, dan kebijakan perdagangan lainnya yang mempengaruhi perdagangan internasional. Dalam kaitan ini GATT mempersyaratkan negara anggota untuk mempublikasikan kebijakan atau ketentuan tersebut sehingga dapat diketahui dan dipahami baik oleh pemerintah negara anggota WTO maupun pelaku perdagangan terkait.

1.7. Struktur Organisasi WTO

(1)  Kelembagaan

a.     Konferensi Tingkat Menteri (Ministerial Conference)
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) merupakan badan tertinggi dari WTO yang kenaggotaannya terdiri dari wakil-wakil semua negara anggota. KTM merupakan pelaksana fungsi WTO dan berwenang untuk mengambil semua keputusan terkait dengan pelaksanaan perjanjian WTO. Dalam melaksanakan tugasnya, KTM melakukan pertemuan paling tidak satu kali setiap dua tahun.

b.     Dewan Umum (General Council)
Dewan Umum merupakan badan yang mengawasi pelaksanaan perjanjian WTO dan putusan-putusan yang telah diambil dalam KTM. Di samping itu, Dewan Umum bertanggung jawab atas permasalahan terkait dengan anggaran, administrasi dan sumber daya manusia, termasuk juga penunjukan Direktur Jenderal, menyetujui tindakan/kegiatan yang diusulkan badan lain seperti pelepasan hak (waivers), mengambil posisi (accessions), dan mengawasi pelaksnaan kerjasama dengan organisasi lain. Dewan Umum juga bertindak sebagai pengawas :
Ø  Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan (Trade Policy Review Body); dan
Ø  Badan Peninjauan Kebijakan Perdagangan Mekanisme Review yang telah disepakati (Trade Policy Review Mechanism).
c.     Dewan-Dewan (Councils)
Ø  Dewan Umum membentuk tiga Dewan di bawahnya, yaitu :
Ø  Dewan Perdagangan Barang (The Council for Trade in Goods atau Goods Council);
Ø  Dewan Perdagangan Jasa (The Council for Trade in Services atau Services Council); dan
Ø  Dewan Perdagangan Terkait Hak Kekayaan Intelektual (The Council for Trade-Related Aspects of Intelectual Property Rights);
untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian multilateral tersebut.
d.     Komite (Committee)/Kelompok Kerja (Working Group)
Terdapat beberapa komite di bawah Dewan (Council) yang mempunyai tugas membahas permasalahan/isu khusus. Contohnya : Committee on Trade and Development, Committee on Balance-of-Payment Restriction dan Committee on Trade and Environment.

(2)  Sekretariat
Sekretariat WTO dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal yang diangkat oleh sidang tingkat menteri yang sekaligus menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai wewenang, tugas dan persyaratan jabatannya.

(3)  Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan dalam WTO pada dasarnya melanjutkan praktek pengambilan keputusan yang dilakukan dalam skema GATT 1947, yakni berdasarkan konsensus. Konsensus dianggap terpenuhi apabila pada saat keputusan diambil, anggota yang hadir dalam pertemuan tersebut tidak ada yang mengajukan keberatan secara resmi atas keputusan yang diusulkan. Apabila konsensus tidak dapat dicapai, keputusan dapat dilakukan melalui pemungutan suara (voting) berdasarkan ketentuan “satu negara satu suara”.

2. Kerjasama Perdagangan Regional

2.1. Pengertian

Kerja sama atau perjanjian regional adalah perjanjian dari beberapa negara di suatu kawasan yang bertujuan untuk mengurangi hambatan perdagangan.

Sampai saat ini hampir seluruh negara di dunia paling tidak bergabung dalam satu kerja sama perdagangan regional, bahkan ada negara  yang bergabung dalam beberapa perjanjian atau perdagangan regional.

2.2. Alasan Atau Motif Pembentukan Kerja Sama Regional

  1. Berakhirnya perang dingin akibat bubarnya Uni Sovyet, sehingga terbaginya dunia menjadi blok barat dan blok timur tidak relevan lagi.
  2. Adanya kompetisi yang semakin menajam dan meningkatnya ketergantungan ekonomi antar negara dalam satu kawasan.
  3. Munculnya kebutuhan untuk memanfaatkan skala ekonomis (economies of scale) yang lebih besar.
  4. Munculnya kekuatan ekonomi baru di wilayah Asia Timur yang sedikit banyak berpengaruh terhadap berkurangnya dominasi Eropa dan AS dalam percaturan ekonomi dunia.
  5. Membangun rasa aman baik secara ekonomis maupun politis di antara negara yang berdekatan.
  6. Mengelola friksi perdagangan.
  7. Peningkatan kapasitas (capacity building) untuk pembangunan.
  8. Batu loncatan untuk liberalisasi multilateral.
  9. Kebijakan untuk menjamin diplomasi perdagangan.
  10. The copycat syndrome, yaitu reaksi pertahanan terhadap regionalisme di Eropa, Amerika Utara dan Amerika Latin yang mengancam daya saing perekonomian Asia Timur.
  11. Persaingan untuk mendapatkan Penanaman Modal Asing (PMA).

2.3. Tingkat Atau Bentuk Ikatan Kelompok Regional

  1. Preferential Tariff Arrangements

Dalam bentuk ikatan ini, hambatan perdagangan diturunkan secara berangsur-angsur khusus berlaku di antara negara anggota pembuat kesepakatan kerjasama ekonomi itu.

  1. Free Trade Area

Dalam bentuk ikatan kelompok regional ini, hambatan perdagangan di antara negara anggota dihilangkan sama sekali, namun tidak berlaku bagi negara di luar negara anggota. Kebijakan perdagangan antara negara anggota dengan negara non-anggota ditentukan sendiri oleh negara-negara tersebut dan belum diatur dalam persetujuan integrasi ekonomi tersebut.

  1. Custom Union

Bentuk ini sama dengan Free Trade Area, namun mempunyai cakupan yang lebih luas yaitu perdagangan antar negara anggota dan perdagangan antara negara anggota dengan negara non-anggota ditentukan bersama dalam bentuk ini.

  1. Common Market

Bentuk ini sama dengan Custom Union, hanya sumber daya dapat berpindah dari satu negara anggota ke negara anggota lain tanpa dikenai hambatan.

  1. Economic Union

Bentuk integrasi ekonominya mirip dengan satu kesatuan negara yang utuh, dimana telah dimiliki kesepakatan penetapan kebijakan fiskal dan moneter.

  1. Supranatural Union

Dalam bentuk ikatan kelompok regional ini, sesama negara anggota sepakat menyerahkan kedaulatan kepada otoritas tunggal yang dipilih.

2.4. Beberapa Contoh Kerja Sama Regional

  1. ASEAN (Association of South East Asia Nations).
  2. ASEAN Preferential Trade Agreement (PTA).
  3. ASEAN Free Trade Area (AFTA)
  4. ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)
  5. ASEAN + 3 (ASEAN + Jepang, Korea Selatan dan China).
  6. ASEAN-Korea Free Trade Area
  7. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area
  8. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
  9. North America Free Trade Area (NAFTA)
  10. European Union

3. Kerja Sama Perdagangan Bilateral (Bilateral Trade Agreement – BTA)

Pada umumnya BTA yang telah ditandatangani di dunia saat ini dibuat dalam tiga bentuk perjanjian, seperti diuraikan di bawah ini.

  1. Bilateral Custom Union (BCU)
BCU meliputi antara lain penerapan tarif bersama oleh pihak-pihak yang terlibat kepada negara-negara yang tidak terlibat. Contohnya BCU antara Republik Ceko dengan Republik Slovak, dan antara European Community dengan Siprus.

  1. Bilateral Preferential Agreement (BPA)
BPA merupakan perjanjian perdagangan di mana negara-negara yang terlibat setuju memberikan perlakuan khusus (preferensi) dalam perdagangan barang dan jasa antara satu dengan lainnya. Bentuk preferensi yang dipergunakan antara lain berupa penurunan tarif sebagaimana BPA yang dibentuk Lao PDR dengan Thailand.

  1. Bilateral Free Trade Agreement (BFTA)
BFTA hampir serupa dengan BPA yang juga meliputi penurunan atau pembebasan tarif di antara negara-negara yang terlibat perjanjian. Namun perbedaan mendasar dari kedua bentuk perjanjian bilateral tersebut adalah BFTA cenderung untuk memasukkan seluruh barang dan jasa dalam perjanjian kedua belah pihak. Di lain pihak BPA biasanya hanya menurunkan tarif pada sejumlah produk dan atau sektor yang ingin dilibatkan pada perjanjian bilateral tersebut. Di luar ketiga bentuk perjanjian tersebut terdapat perjanjian bilateral perdagangan yang hanya meliputi sektor jasa, seperti BTA yang dibentuk Korea Selatan dengan Chile, dan antara Selandia Baru dengan Singapura.




Comments