Bisnis Internasional Bab IV : Teori Perdagangan Internasional



BAB IV
TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL : MERKANTILISME, TEORI KEUNGGULAN ABSOLUT & KEUNGGULAN KOMPARATIF



1. Merkantilisme

a. Pandangan Merkantilisme Mengenai Perdagangan Internasional

Merkantilisme merupakan teori ekonomi yang berkembang pada abad 15 sampai 18. Kaum merkantilis menilai kesejahteraan dengan emas dan perak, atau harta benda, ukuran yang berlaku umum pada waktu itu. Kebijakan mengakumulasi logam berharga disebut bullionisme (paham emas lantakan). Dalam periode paling awal, filosofi bullionis diterjemahkan lewat upaya mendorong impor dan melarang ekspor emas lantakan. Kebijakan ini segera beralih menuju pengaturan perdagangan internasional untuk mencapai neraca pembayaran yang menguntungkan.

Suatu negara  akan kaya atau makmur dan kuat bila ekspor lebih besar dari impor. Surplus yang diperoleh dari selisih ekspor dengan impor atau ekspor neto yang positif tersebut diselesaikan dengan pemasukan logam mulia, terutama emas dan perak dari luar negeri Dengan demikian, semakin besar ekspor neto, maka akan semakin banyak logam mulia yang dimiliki atau diperoleh dari luar negeri. Pada waktu itu logam mulia (emas atau pun perak) digunakan sebagai alat pembayaran atau uang, sehingga negara yang memiliki logam mulia yang banyak akan kaya, makmur dan kuat. 

b. Kritik David Hume Terhadap Merkantilisme

Menurut David Hume, suatu negara  yang menganut paham Merkantilisme pada akhirnya akan mengalami perubahan dari negara yang kaya atau makmur menjadi negara miskin, yang disebut sebagai “mekanisme otomatis” dari “Price Specie Flow Mechanism”. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Untuk menjadi kaya atau makmur suatu negara akan mengusahakan agar ekspornya lebih besar dari impor, sehingga logam mulia yang dimilikinya akan semakin banyak. Dengan kata lain, kekayaan atau kemakmuran suatu negara identik dengan jumlah logam mulia yang dimilikinya.

Logam mulia pada waktu itu digunakan sebagai alat pembayaran atau uang, sehingga apabila logam mulia yang dimiliki suatu negara banyak berarti jumlah uang yang beredar (money supply) banyak. Bila jumlah uang yang beredar naik sedangkan produksi tetap atau tidak berubah, tentu akan menyebabkan inflasi atau kenaikan harga. Kenaikan harga di dalam negeri akan menyebabkan kenaikan harga barang ekspor, sehingga jumlah ekspor akan turun.

Naiknya jumlah uang yang beredar yang diikuti dengan peningkatan inflasi di dalam negeri tentu akan menyebabkan harga barang impor menjadi lebih rendah sehingga kuantitas atau jumlah barang impor akan meningkat. Perkembangan yang demikian ini tentu akan menyebabkan impor menjadi lebih besar dari ekspor, sehingga akhirnya jumlah logam mulia di dalam negeri akan menurun atau berkurang. Dengan berkurangnya logam mulia yang dimiliki, maka berarti negara menjadi miskin karena logam mulia identik dengan kekayaan atau kemakmuran.

c. Kritik Adam Smith Terhadap Merkantilisme

Melalui bukunya The Wealth of Nations (1775), Adam Smith mengkritik aliran Merkantilisme dengan mengemukakan pendapatnya sebagai berikut.

Ukuran kemakmuran suatu negara bukanlah ditentukan oleh banyaknya logam mulia yang dimilikinya. Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya pendapatan nasional dalam bentuk Gross Domestic Product (GDP) dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan GDP negara tersebut.

Untuk meningkatkan GDP dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade. Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan atau kompetisi yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja internasional dengan berdasarkan keunggulan absolut (absolute advantage) yang dimiliki masing-masing negara.

Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan kepada keunggulan absolut akan memacu peningkatan produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan GDP dan perdagangan luar negeri atau internasional. Peningkatan GDP dan perdagangan internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara.

2. Teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage) Dari Adam Smith

a. Pendapat Adam Smith

Menurut Smith,  segala bentuk campur tangan pemerintah, seperti memberikan monopoli, mensubsidi ekspor, melarang impor, dan mengatur upah, menghambat pertumbuhan alamiah aktivitas ekonomi.  Smith berpendapat bahwa dengan perdagangan bebas setiap negara dapat berspesialisasi dalam produksi komoditas yang mempunyai keunggulan absolut (atau dapat memproduksi lebih efisien dibanding negara-negara lain) dan mengimpor komoditas yang mengalami kerugian absolut (atau memproduksi dengan cara yang kurang efisien).

Spesialisasi internasional ini akan menghasilkan pertambahan produksi dunia yang dapat dimanfaatkan bersama-sama melalui perdagangan antar negara. Dengan demikian keuntungan suatu negara tidak diperoleh dari pengorbanan negara-negara lain, dimana semua negara dapat memperolehnya secara serentak.

b. Asumsi

Teori keunggulan absolut didasarkan kepada beberapa asumsi pokok, yang antara lain sebagi berikut.
(1)  Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja.
(2)  Kualitas barang yang diproduksi kedua negara adalah sama.
(3)  Perdagangan atau pertukaran dilakukan dengan barter tanpa uang.
(4)  Biaya transportasi diabaikan.

c. Contoh

Misalkan produksi teh dan sutera yang dihasilkan per satuan tenaga kerja per hari di Indonesia dan Jepang sebagaimana digambarkan dalam Tabel 4.1

                    Tabel 4.1. Produksi teh dan sutera per satuan tenaga kerja
                                    per hari di Indonesia dan Jepang     

Produksi per satuan tenaga kerja per hari
Teh
Sutera
Indonesia
12 kg
3 meter
Jepang
4 kg
8 meter


Dari Tabel 4.1. dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
(1)  Indonesia mempunyai keunggulan absolut dibanding Jepang dalam produksi teh karena di Indonesia setiap tenaga kerja per hari menghasilkan 12 kg teh sedangkan di Jepang hanya 4 kg. Artinya dalam produksi teh, Indonesia lebih efisien dibandingkan Jepang.
(2)  Jepang mempunyai keunggulan absolut dibanding Indonesia dalam produksi sutera karena di Jepang setiap tenaga kerja per hari menghasilkan 8 meter sutera sedangkan di Indonesia hanya 3 meter. Artinya dalam produksi sutera, Jepang lebih efisien dibandingkan Indonesia.
(3)  Indonesia akan melakukan spesialisasi dalam produksi teh dan mengekspornya ke Jepang. Sebaliknya Indonesia mengimpor sutera dari Jepang.
(4)  Jepang akan melakukan spesialisasi dalam produksi sutera dan mengekspornya ke Indonesia. Sebaliknya Jepang akan mengimpor teh dari Indonesia.

d. Kelemahan Teori Adam Smith

Perdagangan internasional hanya akan menguntungkan kedua negara apabila kedua negera tersebut masing-masing mempunyai keunggulan absolut yang berbeda. Apabila hanya suatu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua jenis komoditas, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua belah pihak.


3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) Dari  David  
    Ricardo

Ricardo mengatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan (disadvantage) absolut dalam meproduksi kedua komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Sebaliknya, negara tersebut akan mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut lebih besar. Dari komoditas inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif. Hal ini dikenal sebagai “Hukum Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage)”.  Keunggulan komparatif dapat didasarkan perbandingan biaya (cost comparative) yang didasarkan kepada efisiensi tenaga kerja (labor efficiency) maupun didasarkan pada perbandingan produksi (production comparative) yang didasarkan pada produktivitas tenaga kerja (labor productivity).

Implikasi penting dari teori ini adalah bahwa sekalipun sebuah negara tidak memiliki suatu keunggulan absolut dalam barang apapun, negara tersebut juga negara-negara lainnya masih akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional.

4. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

4.1. Asumsi Teori Heckscher-Ohlin

Terdapat dua faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan barang modal (kapital).
(1)  Terdapat dua barang (misalnya X dan Y), dimana X lebih padat karya  (labor intensive) dan Y lebih padat modal (capital intensive). Suatu barang disebut padat karya apabila biaya tenaga kerja merupakan bagian terbesar dari nilai barang tersebut dibandingkan yang digunakan dalam barang lainnya. Sebaliknya suatu barang disebut padat modal apabila biaya barang modal merupakan bagian terbesar dari nilai barang tersebut dibandingkan yang digunakan dalam barang lainnya.
(2)  Terdapat dua negara yang memiliki kedua faktor produksi tersebut dengan jumlah yang berbeda, yang satu memiliki lebih banyak tenaga kerja dan yang lain memiliki lebih banyak barang modal.

4.2. Teori Heckscher-Ohlin (H-O)

Teori H-O merupakan pengembangan teori keunggulan komparatif David Ricardo. Eli Heckscher dan Bertil Ohlin menambahkan sejumlah karakteristik produksi yang tidak diketemukan pada teori Ricardo yang sederhana itu. Faktor produksi diperkaya dengan menambahkan faktor modal (K).

Heckscher dan Ohlin menyatakan bahwa keunggulan komparatif yang dipunyai suatu negara terhadap negara lain berasal dari perbedaan kekayaan faktor-faktor produksi, entah itu tenaga kerja ataupun modal. Dalam negeri dikatakan mempunyai keunggulan komparatif pada produksi barang yang padat karya  bila dalam negeri memiliki tenaga kerja yang melimpah dibandingkan modal secara relatif. Demikian juga sebaliknya dengan luar negeri

Dalam pandangan H-O, harga barang sangat ditentukan oleh harga faktor produksi (input) yang digunakan. Barang yang dalam produksinya lebih memerlukan faktor produksi yang relatif melimpah di suatu negara, karenanya dapat diproduksi dengan biaya lebih murah daripada barang yang produksinya lebih memerlukan faktor produksi yang sulit didapatkan.

Suatu negara dikatakan berlimpah tenaga kerja apabila negara tersebut memiliki rasio tenaga kerja terhadap faktor produksi lainnya (dalam hal ini modal) yang lebih besar daripada yang dimiliki negara-negara lain di dunia. Suatu negara dikatakan berlimpah barang modal (kapital) apabila negara tersebut memiliki rasio barang modal terhadap faktor produksi lainnya yang lebih besar daripada yang dimiliki negara-negara lain di dunia. Suatu negara akan mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang melimpah secara intensif, dan mengimpor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang langka secara intensif.

Comments

Post a Comment