MASUKNYA SPESIES
ASING DARI LUAR NEGERI
DAPAT MENJADI
AWAL BENCANA
Oleh :
Wahono Diphayana
Sebagian unta, yang pertama kali
dibawa ke Australia
pada tahun 1840-an sebagai tunggangan mengarungi gurun pasir, telah menjadi liar dan terus berkembang biak.
Saat ini terdapat sekitar satu juta unta liar, yang menjadi pesaing domba dan
sapi di dalam mencari makanan, disamping memasuki kawasan penduduk dan merusak rumah
untuk mencari air. Selama tahun 2009 ini pemerintah Australia berencana
membunuh 650.000 ekor unta-unta liar ini dengan biaya sebesar 19 juta dollar.[2]
Suatu spesies hewan atau tanaman asing
sering dimasukkan dengan sengaja atau terbawa masuk tanpa sengaja ke suatu
negara. Ada yang kemudian memberikan manfaat
bagi penduduk di negara yang dimasukinya dan banyak juga menimbulkan permasalahan seperti kasus unta dan kelinci di
Australia .
Bagaimana dengan Indonesia ? Di bidang pertanian, cukup banyak contoh
spesies asing yang dimasukkan dari luar negeri, seperti kelapa sawit, kakao,
teh dan lele dumbo, yang setelah dikembangkan dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kesejahteraan penduduk dan perekonomian nasional. Tanaman kelapa
sawit yang berasal dari Mauritius pertama kali dimasukkan ke Indonesia oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 sebanyak 4 batang, dan ditanam di
Kebun Raya, Bogor.[4] Tanaman kakao pertama kali diperkenalkan oleh
orang Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa, Sulawesi Utara.[5] Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia
tahun 1684 berupa biji yang dibawa dari Jepang oleh orang Jerman bernama
Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta.[6]
Lele dumbo, komoditas perikanan yang sangat populer di kalangan masyarakat,
pertama kali didatangkan ke Indonesia
pada tahun 1984 dari Afrika.[7]
Masuknya spesies asing ke Indonesia
ternyata banyak juga yang merugikan. Contoh yang paling populer adalah eceng gondok dan bekicot. Eceng gondok, yang berasal dari
Amerika Selatan, pertama kali dimasukkan ke Indonesia sebagai tanaman hias
melalui Kebun Raya Bogor pada tahun 1921. Akibat kecepatan tumbuhnya, saat ini
telah menjadi gulma perusak lingkungan perairan seperti sungai dan danau.[8]
Pada tahun yang sama, bekicot yang
berasal dari Afrika masuk ke Sumatera melalui Singapura. Lima tahun kemudian pada tahun 1926, hewan
ini telah masuk ke pulau Jawa sebagai binatang peliharaan yang dikirim melalui
pos paket. Bekicot kemudian berkembang biak menjadi hama sayuran yang penting. Untungnya sekarang
banyak dicari orang, karena dagingnya bisa diekspor.[9]
Disamping kedua contoh di atas,
terdapat sederet panjang contoh masuknya berbagai jenis spesies asing ke Indonesia dan saat ini telah menjadi hama pertanian yang
penting. Pada tahun 1876, dari Srilanka masuk penyakit karat daun pada kopi,
yang disebabkan oleh cendawan Hemileia
vastatrix. Sejak itu sang cendawan menjadi penghancur tanaman kopi terutama yang ditanam di dataran
rendah. Pada tahun 1909, hama
tanaman kopi bertambah dengan masuknya kumbang penggerek buah kopi bernama Stephanoderes hampei yang berasal dari
Afrika. [10]
Tahun 1949, penyakit cacar teh (blister blight) yang disebabkan oleh
cendawan Exobasidium vexans masuk ke Indonesia
dari Srilanka. Penyakit cendawan ini pertama kali diketemukan di Sumatera
Utara, dan pada tahun 1951 telah menyebar ke perkebunan teh di Jawa yang
menyebabkan turunnya produksi antara 20 sampai 50 persen.[11]
Di awal tahun 1980, keong emas (golden
apple snail) dengan nama latin Pomacea
canaticulata dimasukkan ke Indonesia
dari Taiwan
sebagai fauna kuarium. Binatang ini kemudian menyebar ke seluruh Indonesia dan menjadi hama tanaman padi yang sangat penting. Dengan
kepadatan populasi 10-15 ekor per meter persegi, keong emas mampu menghabiskan
tanaman padi muda dalam waktu 3 hari.[12]
Pada tahun 1982 diketemukan penyakit
baru pada pisang yang dikenal sebagai bunchy
top virus. Tidak diketahui dari mana dan melalui apa masuknya, tapi
sekarang si virus baru tersebut telah menyebar ke seluruh Indonesia menjadi salah satu
penyakit utama pisang.[13]
Pada tahun 1986 diketemukan penyakit hangus daun (leaf scorch) yang menyerang tanaman tebu di Lampung dan disebabkan
oleh cendawan yang bernama Stagonospora
sacchari. Cendawan baru ini masuk melalui bibit tebu yang dibawa dari Brazil
oleh seorang konsultan dari Amerika Serikat untuk keperluan uji coba.[14] Selanjutnya, pada tahun 2003 pertama kali
diketemukan di Batu, Jawa Timur, penyakit yang menyerang tanaman kentang yang disebabkan
oleh nematoda sista kuning (Globodera
rostochiensis) yang sebelumnya tidak ada di Indonesia . Cacing kecil ini diperkirakan masuk ke Indonesia melalui impor bibit
kentang dari Eropa.[15]
Spesies hewan dan tanaman baru yang
dengan sengaja dibawa atau terbawa dari luar negeri dapat menjadi awal bencana.
Bagi pertanian Indonesia , masuknya
spesies asing dapat menjadi hama .
Hama tersebut
dapat menurunkan produksi, menurunkan kualitas, meningkatkan biaya
pengendalian, merusak lingkungan, dan merusak kelestarian sumber daya pertanian,
yang seringkali menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap stabilitas ekonomi
dan ketahanan pangan nasional. Karena alasan itulah, mengapa banyak jenis
spesies asing yang dilarang masuk ke Indonesia , ataupun kalau
diperbolehkan harus memenuhi berbagai persyaratan dan harus melalui pemeriksaan
karantina.
* Penulis adalah pengamat masalah
perkarantinaan dan SPS (sanitary and phytosanitary measures).
[1] “Ratusan unta kehausan serbu kota di
Australia ”.
KOMPAS.com, 26 Nopember 2009
[2] “Unta-unta Australia dibantai secara
massal”, http://dunia.vivanews.com/news
[3] “History of rabbits”, http://www.dszoo.com/forum/showthread.php?
[4] “Sejarah kelapa sawit”, http://rhephi.wordpress.com/2007/10/28/sejarah-kelapa-sawit
[5] “Sejarah perkembangan kakao”, http://vheak4107073.wordpress.com
[6] “Sejarah teh di Indonesia
dan manfaatnya”, http://travelogue.multiply.com/journal
[7] “Pembenihan ikan lele dumbo”, http://bbat-sukabumi.tripod.com
[8] “Eceng gondok”, http://id.wilkipedia.org/wiki/Eceng
gondok
[9] Pusat Karantina Pertanian. 1999.
Konsep Dasar Rencana Pembangunan Karantina Pertanian (Tahun 2000-2005). Pusat
Karantina Pertanian, Jakarta .
[10] Dano, T. 1977. Seratus Tahun
Karantina Tumbuh-tumbuhan Indonesia. Direktorat Karantina Tumbuh-Tumbuhan,
Deptan, Jakarta .
[11] Pusat Karantina Pertanian. 1999.
Konsep Dasar Rencana Pembangunan Karantina Pertanian (Tahun 2000-2005). Pusat
Karantina Pertanian, Jakarta .
[12] Sulistiono. 2007. Keong Mas
“Si Lelet” Perusak Padi. http://nusaku.com/forum
[13] Consortium on Micropropagation Research and Technology. 2008. Virus Diagnosis and Clonal Fidelity.
http://www.dbtmicropropagation.nic.in
[14] Surahmat. 1986. “Leaf scorch”. Buletin
Media Quaranta, Edisi Juni.
[15] Noerahman dan Suwardi. 2003. “Laporan hasil kunjungan lapangan
terhadap dugaan adanya serangan golden nematode (Globodera rostochiensis) pada tanaman kentang di Jawa Timur”. Badan
Karantina Pertanian, Jakarta .
Comments
Post a Comment